15 Juta Sepatu Adidas Diekspor dari Brebes

Baca Juga

MATA INDONESIA, BREBES – PT Bintang Indokarya Gemilang (BIG) selaku produsen sepatu Adidas sudah mengekspor 15 juta sepatu ke luar negeri. Perusahaan yang berlokasi di Brebes, Jawa Tengah (Jateng) ini telah beroperasi sejak tahun 2015.

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga yang turut melepas ekspor sepatu itu mengatakan, ekspor sepatu ini berperan mempertahankan pertumbuhan ekspor di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).

“Diharapkan PT Bintang Indokarya Gemilang dapat terus meningkatkan capaian sekspornya sehingga dapat meningkatkan kinerja ekspor nasional,”, kata Jerry dalam keterangan resmi Kemendag, Jumat 9 Oktober 2020.

Berdasarkan situs resmi Pemerintah Provinsi Jateng, BIG memiliki karyawan sekitar 5.000 orang. Ribuan tenaga kerja pabrik sepatu Adidas itu sebagian besar berasal dari Brebes dan sekitarnya.

Asal tau saja, pada periode Januari-Agustus 2020, ekspor alas kaki Indonesia tercatat sebesar 3,17 miliar dolar AS. Nilai ini meningkat 8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar 2,93 miliar dolar AS.

Sementara itu, impor alas kaki periode Januari-Agustus 2020 tercatat sebesar 418,7 juta dolar AS atau turun 24,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sepanjang tahun 2019, total ekspor alas kaki Indonesia tercatat sebesar 4,4 miliar dolar AS. Secara keseluruhan, pasar ekspor utama produk alas kaki Indonesia adalah Amerika Serikat, Tiongkok, Belgia, Jepang, dan Jerman.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini