Cerita Mahasiswa STP Bandung, Magang di Dubai Digaji 500 Dirham Per Bulan

Baca Juga

MATA INDONESIA, BANDUNG – Namanya Rifqy Gumiwang, seorang mahasiswa jurusan Manajemen Divisi Kamar (MDK) di STP Bandung. Ia baru saja menyelesaikan program magangnya di Hotel Intercontinental Fujairah Dubai.

“Saya milih magang ke dubai untuk mempelajari hal baru. Tipe-tipe tamu dan budayanya berbeda. Ternyata di Dubai itu bukan orang lokal aja yang nginap. Biasanya yang nginap di sana itu ada dari Jerman, India, Pakistan dan Rusia. Staf-stafnya juga ada dari Rusia, Jerman, India dan juga Pakistan,” ujarnya kepada Mata Indonesia, 1 September 2020.

Rifqy mengaku bahwa ia cukup belajar banyak hal budaya dari negara lain. Terutama soal bagaimana cara pendekatan dengan tamu dari negara lain. “Misalnya Kalau orang rusia wataknya keras dan agak cuek,” katanya.

Saat magang di sana, Rifqy dalam seminggu pertama diajari bagaimana standar kerja di hotel itu. Ia kemudian ditugaskan di bagian bell boy.

“Saya juga bertugas buka pintu tamu. Excord tamu ke kamarnya. Saya juga dipercaya untuk mengatur transportasi untuk tamu. Saya yang telepon kendaraan untuk jemput tamu,” ujarnya bangga.

Beruntungnya selama magang, ia tidak pernah dimarahi atau dikomplain tamu. Pun kalau dimarahi pada saat ada tamu yang lagi mabuk.

Ia pun mengungkapkan bahwa biasanya di ballroom hotelnya selalu menjadi langganan acara pernikahan orang India yang berlangsung selama 1 minggu penuh.

“Susahnya itu biasanya di acara puncaknya. Banyak yang mabuk sampai lupa kamar. Bahkan ada yang kecelakaan hingga pingsan sehingga saya harus telepon ambulans. Ada juga yang kehilangan barang berharga seperti arloji, perhiasan maupun ponsel. Tapi untungnya letak ballroom agak jauh dari loby dan kamar hotel, sehingga tak mengganggu tamu lain,” katanya.

Ia pun menjelaskan bahwa selama magang di Dubai, ia diberikan sejumlah fasilitas. Misalnya akomodasi dan transpostasi disediakan dari hotel.

“Jadi kita tinggal cocokin jadwal dengan bus yang akan datang jemput. Untuk makan juga kita bisa makan di hotel. Atau saat lagi off dan gak megang uang, bisa makan di hotel,” katanya.

Ia juga mengaku digaji sebesar 500 dirham atau sekitar Rp 2 juta. Tak hanya itu, karena sering antar tamu Rifqy juga mendapat tip yang jumlahnya sama dengan gajinya sebulan.

“Tergantung. Biasanya 1 dolar. Ada juga yang 1 euro. Biasanya sistem pembagiannya di tim saya itu kumpul tengah, nanti di akhir bulan baru dibagi semuanya. Awalnya saya tidak mau ikut. Tapi setelah tau kalau jumlah kumpul tengah lebih besar dari pada simpan sendiri, maka di bulan berikut saya coba ikut kumpul tengah dan hasilnya ternyata lebih besar dari gaji saya, sekitar 600 dirham,” kenang dia.

Kemudian hal yang membuatnya bangga dengan Indonesia saat magang di sana, karena orang Indonesia ternyata punya skill yang bagus dan sudah diakui di luar negeri. Indonesia biasanya bersaing dengan Filipina.

“Karena secara kualitas orang Filipina bagus dan jumlah mereka juga banyak. Kebanyakan di jabatan penting seperti front office. Sementara Indonesia, terutama di hotel saya dia jadi eksekutif chief. Itu yang bikin saya bangga,” ujarnya.

Ia pun mengaku tertarik kuliah jurusan MDK karena atas motivasi dan informasi dari sang kakak yang kebetulan kuliah mengambil jurusan Administrasi Hotel (ADH) di STP Bandung.

“Dia juga uda kasi tau dari awal untuk masuk kuliah ambil aja ADH atau MDK, jangan yang lain. Alasannya karena kalau ambil ADH, kita bisa belajar semua. Tapi kakak saya juga yakin kalau MDK yang paling penting dan saya rasakan itu sekarang,” katanya.

Menurutnya, jurusan MDK adalah inti dari kuliah perhotelan di STP Bandung. Jurusan ini juga membuat dirinya lebih banyak berinteraksi dengan tamu sehingga dengan sendirinya turut meningkatkan rasa kepercayaan dirinya.

Rifqy juga mengatakan bahwa setelah selesai kuliah, ia ingin berkarier di Eropa. Alasannya karena peluang kerjanya luas dan gajinya juga besar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini