MATA INDONESIA, JAKARTA – Kehadiran Toyota dan beberapa investasi asing pertama kali di Indonesia bagi kalangan mahasiswa saat itu bisa dibilang mematikan upaya kemandirian pembangunan ekonomi.
Maka, 15 Januari 1974, Dewan Mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Indonesia, melakukan apel kebulatan tekad di depan Kampus Trisakti, Grogol menolak modal asing yang ditandai kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka 14 Januari 1974.
Unjuk rasa besar-besaran itu antara lain dipimpin Hariman Siregar, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia bermaksud memblokade jalan rute Tanaka dari Halim Perdanakusumah, namun kalah kuat dengan penjagaan aparat di sana.
Itulah yang membuat apel kebulatan tekad terjadi dan unjuk rasa makin panas dan meluas di Jakarta. Akibatnya tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00, Soeharto mengantar Tanaka menggunakan helikopter ke Halim dari Bina Graha.
Sementara itu, setelah apel kebulatan tekad dan tidak bergemingnya Soeharto terhadap penanaman modal asing di Indonesia semua produk Jepang dan modal asing dibakar, termasuk gedung-gedung milik Astra yang sudah menjadi ATPM Toyota.
Unjuk rasa tepat di depan PM Jepang itu membuat Kakui Tanaka merombak kebijakan Jepang terhadap Indonesia setelah 1974 tersebut.
Setelah itu, Negeri Sakura meluncurkan banyak program penelitian terkait budaya dan agama di Indonesia. Maka, pada 1974 itu pula lahirlah Japan Foundation.
Lewat lembaga tersebut, Jepang kerap menyelenggarakan pertukaran budaya dengan mengirim dan menerima pelajar dari Indonesia atau sebaliknya. Studi-studi mengenai Asia Tenggara mulai digalakan di Jepang.
Bahkan, peristiwa Malari 1974 disebut-sebut mendorong berdirinya Toyota Foundation. Di Jepang, Toyota Foundation merupakan pionir dari lembaga penelitian yang didanai swasta, fokusnya terutama pemberian beasiswa penelitian bagi studi Asia Tenggara, khususnya Indonesia.