MATA INDONESIA, JAKARTA – Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror menyatakan bahwa pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi teroris untuk terus bergerak meningkatkan sumber daya dan kekuatan guna menyiapkan serangan.
“Kelompok teroris melihat krisis pandemi sebagai peluang untuk lebih banyak perekrutan, dukungan, simpatisan untuk menyerang lebih keras,” kata Analis Utama Intelijen Densus 88 Antiteror Brigjen Pol Ibnu Suhendra, Senin 22 Februari 2021.
Beberapa kelompok teroris yang masih eksis di tengah pandemi seperti misalnya Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Terlihat dari beredarnya video berisi pemenggalan korban melalui media sosial.
Kemudian, Jamaah Islamiyah (JI) yang didapat memiliki pedoman dan strategi intelijen dengan nama Pedoman Umum Pergerakan Jamaah Islamiyah (PUPJI) dan Total Amniyah System Total of Solution (TASTOS).
Selain itu, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) menggunakan pola pergerakan jangka pendek dan berskala kecil. Misalnya seperti serangan kecil, pelatihan militer, dan melakukan penguasaan wilayah. Sementara, Jamaah Ansharut Syariah (JAS) mulai aktif melakukan kegiatan sosial dan politik dengan memberikan bantuan medis dan aksi kemanusiaan.
Maka Ibnu mengingatkan agar kegiatan seperti ini terus diawasi dan diperhatikan terlebih aktivitas terorisme di Indonesia terbilang meningkat. Menurut Vision of Humanity, Indonesia menempati posisi ke-35 negara terdampalk terorisme pada 2019, naik dari posisi ke-42 pada 2017.
“Harapannya kita semua harus menjauh dari angka kecil, jangan mendekat. Harapannya kita harus lebih dari (peringkat) 50. Ironisnya kita malah mendekat ke arah kecil,” kata Ibnu.
Ia menilai kondisi ini juga dipengaruhi kelompok teror yang memanfaatkan perkembangan media sosial. Hal ini terlihat dari kesuksesan kelompok teror Afghanistan yang mampu merekrut 20 ribu simpatisan. Sementara itu, ISIS mampu merekrut dengan jumlah yang sama dalam waktu setahun dengan bantuan media sosial.