MATA INDONESIA, JAKARTA – Sejumlah akun palsu di media sosial masih banyak yang menyebar narasi provokasi. Pengamat Media Sosial Komunikonten Hariqo Wibawa Satria menilai hal ini patut untuk diwaspadai.
“Akun palsu ini memprovokasi,” kata Hariqo dalam Webinar ‘RUU ITE: Kondisi Keumatan dan Kebangsaan?’, Jumat 5 Maret 2021.
Tahun 2017, merupakan salah satu momentum bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat adanya aduan konten radikalisme dan terorisme meningkat tajam. Peningkatan aduan ini tidak lepas dari adanya kontestasi politik Pilkada 2017 lalu. Informasi hoaks yang sarat akan kebencian memang marak pada momentum politik itu.
Ujaran kebencian atau hate speech inilah yang memicu sikap radikalisme di tengah masyarakat. Hal ini berpotensi lebih buruk mengingat ruang digital juga saat ini sudah terfragmentasi.
“Ruang-ruang terkotak-kotakan makanya orang-orang juga milih media,” kata Hariqo.
Fenomena ini pun patut menjadi perhatian karena para oknum berideologi radikalisme juga sering memanfaatkan ruang digital lantaran penyebarannya akan lebih cepat.
Hal ini dikemukakan juga oleh pengamat teroris yang juga mantan pimpinan Jamaah Islamiyah (JI) Nasir Abbas. Ia menilai bahwa saat dirinya masih aktif menjadi pimpinan kelompok JI, hampir seluruh platform media sosial, website, Youtube dan askes daring digunakan untuk menyebarkan radikalisme.
Maka ia mengimbau agar pemerintah tidak segan menindak penyebaran radikalisme melalui ruang digital.
“Coba sekarang buka Google, mencari konten wajib jihad, atau dalil wajib tegakkan negara Islam, semua ada. Jadi hal tersebut masih tersedia, selama konten atau website itu tidak pernah dihapus pemerintah, maka itu peluang (penyebaran paham radikalisme),” kata Nasir.