Warna-Warni Lebaran di Negeri Orang (1)

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hari Raya Idul Fitri atau yang juga dikenal dengan istilah Lebaran merupakan momen besar bagi umat Islam di seluruh dunia. Momen Lebaran juga identik dengan kembali ke fitrah dan saling memaafkan, serta satu hal penting lainnya yakni pulang ke kampung halaman.

Ya, momen kumpul bersama keluarga besar di hari nan fitri memang selalu dinanti dan sungkeman yang menjadi ritual yang selalu dirindukan. Akan tetapi dalam dua tahun terakhir, umat Muslim harus puas merayakannya dalam dimensi yang berbeda, lantaran pandemi masih mengintai dunia.

Lantas bagaimana umat Muslim Indonesia merayakan momen Hari Raya Lebaran di negeri orang? Mengingat setiap negara memiliki tradisi berbeda. Bagaimana pula menyikapi kerinduan akan kampung halaman? Kepada Mata Indonesia News, berikut penuturan beberapa masyarakat Indonesia yang merayakan Hari Lebaran di negeri orang.

Lebaran di Uni Emirat Arab (UEA) Tak Semeriah Hari Raya Idul Adha

Momen Lebaran di UEA ternyata dirayakan tidak semeriah seperti Hari Raya Idul Adha. Meski demikian, umat Muslim di negara ini tetap berkumpul bersama keluarga. Menariknya, sama seperti di Indonesia, momen ‘saweran’ ternyata juga berlaku di UEA.

“Lebaran di UEA tidak semeriah momen Idul Adha. Meski demikian kumpul keluarga tetap ada dan apabila keluarga besar kumpul, mereka juga suka bagi-bagi uang, sekitar 5-10 dirham untuk anak-anak kecil,” kata Marisa Febriana Wardani.

(Foto: pribadi)

Bila opor ayam, rendang, dan sayur godok merupakan sajian khas Hari Lebaran di Indonesia, Marissa yang bertugas di Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk UEA bidang Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya itu mengungkapkan bahwa harees, ouzi, dan muchboos menjadi menu khas Lebaran di negara yang berbatasan dengan Oman dan Arab Saudi itu.

“Menu wajib tentunya makanan khas lokal. Di sini ada harees, ouzi, dan muchboos, lalu ada juga yang dimasak dengan tenggiri dinamakan kingfish biryani. Untuk manis-manis yg wajib ada adalah luqaimat, yakni adonan bulat dari tepung yg digoreng dan dilumuri sirup kurma kental dan madu. Lalu ada juga mamoul yg terbuat dari kurma,” tuturnya.

Sebagai catatan, harees adalah bubur gandum dengan isian daging kambing cincang dan rempah-rempah khas Timur Tengah. Sementara Ouzi adalah olahan nasi yang dimasak bersama daging kambing atau daging ayam, atau bisa juga daging unta.

Marisa kemudian mengatakan bahwa tahun ini, KBRI tidak melaksanakan open house seperti tahun-tahun sebelumnya, menyusul larangan kumpul-kumpul karena pandemi virus corona. Pemerintah UEA bahkan akan memberikan denda sebesar 10 ribu dirham atau sebesar 39 juta Rupiah untuk tuan rumah dan sekitar 20 juta Rupiah per orang bagi tamu.

Berbicara mengenai rindu akan kampung halaman, Marisa mengaku bersyukur lantaran ada Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjual berbagai makanan khas Indonesia. Sehingga, meski sedikit, kerinduan akan Tanah Air dapat terobati.

“Tentu semua rindu, apalagi tidak mudah menemukan bahan-bahan masakan yang autentik untuk menyamai nostalgia rasa Lebaran di Indonesia. Tapi ada beberapa WNI yg menjual berbagai makanan khas lebaran yg bisa jadi obat rindu. Kalau untuk silaturahim, kita sudah terbiasa dengan zoom atau video call,” sambungnya.

Kendati Islam merupakan agama mayoritas di Uni Emirat Arab yakni sebesar 75 persen, terdapat juga beberapa agama lain, seperti Kristen, Hindu, Budha, Sikhisme dan Jainisme. Ditambahkan Marisa bahwa masyarakat di negara ini menjunjung tinggi nilai toleransi.

“Selama sudah saling kenal, budaya berbagi di sini cukup kental. Sepanjang Ramadan kegiatan berbagi sudah dilakukan oleh warga setempat kepada tetangga, baik muslim atau bukan. Sebelum pandemi, setiap hari disediakan 70 ribu iftar di Syekh Zayed Grand Mosque di Abu Dhabi. Siapa pun boleh ikut dan banyak orang asing yg tertarik untuk bergabung. Tapi sejak covid sudah dihentikan,” tuntas Marisa yang bertugas di UEA sejak 2020.

Shalat Idul Fitri Drive In di Kanada

Atika Moutia, warga Indonesia yang menetap di Ottawa, Kanada menuturkan bahwa sejak pandemi virus corona shalat Idul Fitri dilakukan jamaah masjid Ottawa secara drive in.

Di mana semua jamaah shalat dengan berada di dalam mobil masing-masing yang terparkir secara rapi di halaman belakang masjid. Sang imam shalat memimpin shalat di atas mobil bak terbuka.

Atika Moutia dan suami saat momen Lebaran. (Foto: Pribadi)

“Sejak pandemi virus corona, shalat Idul Fitri di Ottawa dilakukan secara drive in. Sementara masjid di Gatineau sebenarnya sudah dilakukan seperti biasa, namun hanya 25 persen dari kapasitas masjid dan harus registrasi sebelum sholat Idul Fitri,” kata Atika.

Tradisi saling mengunjungi, dikatakan Atika, juga berlaku di Kanada. Namun, semenjak pandemi virus corona, ia memilih untuk mengirimkan hampers dan menggantungkannya di pintu sang kerabat.

Sementara untuk mengobati kerinduan akan kampung halaman, Atika yang bersuamikan pria Aljazair ini memasak menu masakan Indonesia di Hari Lebaran. Namun, ia harus puas untuk tidak pulang ke Indonesia pada Lebaran kali ini.

“Di Hari Idul Fitri, saya usahakan untuk memasak opor dan lontong. Biar sedikit mengobati kerinduan. Apalagi pandemi ini membuat kami, warga Indonesia di Ottawa tidak bisa melakukan gathering seperti biasanya,” sambungnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Peran Sentral Santri Perangi Judol di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta - Kalangan santri dianggap menjadi salah satu elemen bangsa yang mampu terlibat aktif dalam pemberantasan Judi Online yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini