Waduh! Indonesia Tercatat Negara Paling Berbahaya Buat Traveling Naik Pesawat

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA-Indonesia selalu menjadi destiansi tujuan para traveler dunia. Banyak yang bisa di eksplore mulai dari kuliner, alam, pantai hingga budayanya. Nah, biasanya para traveler berkunjung menggunakan pesawat untuk menghemat waktu dari satu pulau ke pulau lainnya.

Namun, dibalik itu semua penggunaan peswat juga memiliki resiko tinggi dalam kecelakaan. Dan terungkap, Indonesia masuk ke dalam daftar negara paling bahaya buat traveling naik pesawat, seperti dilansir South Hina Morning Post.

Amerika Serikat menjadi negara pertama yang paling berbahaya untuk traveling naik pesawat. Sudah ribuan korban meninggal akibat kecelakaan pesawat di sana.

Berdasarkan data Aviaton Safety Network dari Flight Safety Foundation, suatu organisasi di AS, ada lima daftar negara yang paling berbahaya untuk traveling naik pesawat. Data ini berdasarkan jumlah kecelakaan dan kematian yang terhitung sejak tahun 1968.

Berikut urutan 5 negara paling berbahaya buat traveling naik pesawat:

1. Amerika Serikat, 10 kecelakaan dan 4.200 korban.

2. Spanyol, 7 kecelakaan dan 1.367 korban.

3. Jepang, 3 kecelakaan dan 946 korban.

4. Indonesia, 5 kecelakaan dan 873 korban.

5. Nigeria, 5 kecelakaan dan 787 korban

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini