Jakarta – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tidak bertujuan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
Ia memastikan revisi tersebut difokuskan pada penguatan institusi TNI tanpa mengganggu supremasi sipil.
“Tidak, kita pastikan enggak,” ujar Prasetyo dalam pernyataannya.
Prasetyo meminta semua pihak lebih teliti memahami substansi revisi yang sedang dibahas. Menurutnya, polemik yang berkembang seolah-olah revisi ini membawa kembali peran sosial-politik TNI tidak berdasar.
“Semua harus lebih teliti lagi memahami isi revisi ini. Jangan sampai apa yang dipolemikkan itu sebenarnya tidak ada dalam pembahasan,” katanya.
Ia menegaskan, sebagai institusi milik bangsa, TNI harus dijaga dengan pendekatan yang hati-hati tanpa menimbulkan dikotomi.
“Revisi UU TNI adalah untuk memperkuat TNI sebagai institusi negara yang melindungi kedaulatan bangsa dan menyelesaikan berbagai permasalahan. Jadi, tidak ada kaitannya dengan kembalinya dwifungsi ABRI,” lanjutnya.
Prasetyo juga menjelaskan bahwa tugas prajurit di berbagai bidang, termasuk dalam penanganan bencana, tidak boleh disalahartikan sebagai bentuk dwifungsi.
“Penugasan-penugasan seperti dalam penanganan bencana itu jangan dimaknai sebagai dwifungsi ABRI. Manakala dibutuhkan, kita semua harus siap,” tegasnya.
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, turut menegaskan bahwa tidak ada indikasi kembalinya peran sosial-politik TNI.
Ia menyatakan bahwa revisi ini justru memperketat aturan dengan mewajibkan prajurit TNI yang masuk ke jabatan sipil untuk pensiun, kecuali di lembaga yang berkaitan dengan pertahanan.
“Tidak ada perubahan pada struktur utama TNI. Panglima tetap di bawah Presiden, dan Menteri Pertahanan bertanggung jawab atas kebijakan strategis serta logistik pertahanan,” kata Mahfud.
Ia juga membantah anggapan bahwa penambahan jumlah lembaga yang bisa diisi prajurit TNI aktif dari 10 menjadi 16 adalah bentuk ekspansi militer ke sektor sipil. “Ini hanya pengkodifikasian aturan yang sudah ada,” imbuhnya.
Selain itu, mantan aktivis Pro Demokrasi Yogyakarta, Supriyanto, juga menyampaikan apresiasi terhadap proses revisi ini.
“Tidak ada pengembalian dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru. Tidak ada peran militer di sosial-politik, tidak ada fraksi TNI di DPR, dan tidak ada jabatan publik yang diisi tentara aktif tanpa pemilu,” jelasnya.
Revisi UU TNI ini tetap berada dalam koridor pertahanan negara dengan menegakkan supremasi sipil, tanpa indikasi militerisasi kehidupan sipil.