MATA INDONESIA, JAKARTA-Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono mendukung terbitnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Menurutnya, dengan terbitnya UU Cipta Kerja lebih memberikan kepastian berusaha dan investasi kepada investor di industri sawit.
Joko mengatakan, pengaturan dalam enam Peraturan Pemerintah (PP) yang sudah terbit secara umum sudah sesuai dengan tujuan dari diterbitkannya UU Cipta Kerja.
Namun, dia menilai, beberapa PP masih memerlukan pengaturan detail dalam bentuk Peraturan Menteri sehingga tidak multitafsir dan memberikan kepastian berusaha.
Semisal tentang penetapan tanah terlantar, pengaturan penetapan denda lingkup kehutanan, pengaturan strict liability dan kearifan lokal, penyelesaian tumpang tindih dengan kawasan hutan, dan juga kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat.
Enam PP turunan UU Cipta Kerja yang terkait dengan industri sawit: (1) PP 20/2021 tentang penertiban kawasan dan tanah terlantar; (2) PP 22/2021 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(3) PP 23/2021 tentang penyelenggaraan kehutanan; (4) PP 24/2021 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif di bidang kehutanan.
(5) PP 26/2021 tentang penyelenggaraan bidang pertanian; dan (6) PP 43/2021 tentang penyelesaian ketidaksesuaian antara tata ruang dengan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah.
Selain implementasi UU Cipta Kerja, Joko juga menyebutkan bahwa ada beberapa tantangan lain yang dihadapi industri sawit tahun 2021. Di antaranya, makin meluasnya kampanye negatif dengan fokus isu-isu deforestasi, no palm oil labelling pada produk makanan dan minuman, legislasi negara-negara Uni Eropa, dan sebagainya.