MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Kudeta yang dilakukan militer Myanmar terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi bukan hanya berimbas pada sektor ekonomi, melainkan juga pada sendi kehidupan lain, seperti bantuan luar negeri misalnya.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyatakan akan mempertimbangkan bantuan luar negerinya ke Myanmar setelah pengambilalihan kekuasaan oleh militer pada Senin (1/2). Di bawah hukum AS, bila terjadi kudeta, maka secara otomatis akan membatasi bantuan yang diberikan Paman Sam.
Sebelumnya Presiden AS, Joe Biden telah mengancam akan memberikan sanksi terhadap para jenderal yang merebut kekuasaan yang sah di Myanmar dan menahan para pemimpin senior yang berkuasa, termasuk peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi.
Hingga saat ini, Washington belum melakukan kontak dengan para pemimpin kudeta di Myanmar atau para pemimpin pemerintah sipil yang digulingkan. Atas permintaan Gedung Putih, perwira tertinggi militer AS, Jenderal Angkatan Darat Mark Milley pun mencoba menghubungi militer Myanmar usai kudeta, namun tak mendapat jawaban.
Kudeta di Myanmar merupakan pukulan telak bagi pemerintahan Biden dan upayanya untuk membentuk kebijakan Asia-Pasifik yang kuat guna melawan Cina. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price mengatakan AS memberikan bantuan senilai 135 juta USD untuk Myanmar tahun 2020.
Bantuan AS tersebut termasuk untuk kemanusiaan, salah satunya untuk minoritas Muslim Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan di Myanmar, serta program-program yang mempromosikan demokrasi atau menguntungkan masyarakat sipil.
“Perhatian kami saat ini, kami melakukan peninjauan untuk memastikan bahwa … kami tidak melakukan apa pun yang akan mempengaruhi orang-orang Burma yang telah lama menderita, termasuk Rohingya,” kata Price, melansir Reuters, Rabu, 3 Februari 2021.
Price menambahkan, AS juga melakukan peninjauan sanksi terhadap para pemimpin Myanmar atau Burma dan perusahaan yang terkait dengan mereka.