MATA INDONESIA, NEW YORK – Universitas Yeshiva (YU), bereaksi terhadap putusan mahkamah agung yang menolak upaya mereka untuk memblokir organisasi mahasiswa LGBTQ+. Mereka telah memutuskan untuk menangguhkan semua kelompok mahasiswa.
Menurut surat kabar mahasiswa independen YU, universitas mengumumkan langkah tersebut melalui email kepada mahasiswa. Pesan tersebut menerangkan bahwa kampus memerlukan waktu untuk mengikuti putusan mahkamah agung. .
Isi surat dengan bahasa Ibrani itu menuliskan “ Mempertimbangkan Chagim (Hari libur Yahudi) yang akan datang, universitas akan menunda semua kegiatan klub sarjana sementara segera mengambil langkah-langkah untuk mengikuti peta jalan yang sedang disediakan oleh Mahkamah Agung AS untuk melindungi kebebasan beragama YU,” dilansir dari New York Post.
Surat tersebut tidak mengatakan bahwa klub akan segera beroperasi dalam waktu dekat.
Perselisihan tersebut bermula dari pengadilan negara bagian New York yang memerintahkan Yeshiva untuk memberikan pengakuan penuh kepada klub LGBTQ+ di kampus.
Yeshiva berpendapat bahwa mereka adalah lembaga keagamaan. Tidak ada yang dapat memaksa mereka untuk mengakui sesuatu yang bertentangan dengan misi keagamaan universitas.
Hakim New York mengatakan bahwa kampus pada dasarnya adalah lembaga pendidikan dan tidak dapat mengandalkan klaim kebebasan beragama untuk memblokir klub.
Mahkamah agung menolak permintaan Universitas Yeshiva untuk menunda keputusan Mahkamah Agung Negara Bagian New York.
Tai Miller, seorang alumni YU mengatakan, aliansi LGBTQ+ tengah mencari tempat yang aman di kampus, tidak lebih dari itu. Dengan menutup semua kegiatan klub, administrasi YU berusaha memecah-belah badan mahasiswa dan mengadu mahasiswa dengan rekan-rekan LGBT mereka.
Ia meyakini bahwa siswa YU akan melihat melalui taktik yang menurutna memalukan itu, dan akan memilih berdiri barsama komunitas.