MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Para Menteri Luar Negeri Uni Eropa akan mengevaluasi dasar-dasar sanksi terhadap Turki atas sengketa gas di Laut Mediterania. Setelah itu para pemimpin Eropa memutuskan apakah akan menjatuhi tindakan hukum atau tidak.
Pada Oktober, Turki sejatinya mendapat teguran untuk berhenti menjelajahi perairan yang disengketakan di Mediterania Timur atau mereka menghadapi konsekuensi jika tidak mengindahkan peringatan tersebut.
Keputusan Turki menarik kapal eksplorasi seismik ke pelabuhan di akhir November telah meredakan ketegangan. Akan tetapi, para pejabat dan diplomat Uni Eropa mengatakan masalah semakin meluas dengan keterlibatan Turki dalam konflik di Libya, Suriah, dan Rusia.
“Jerman telah bekerja keras untuk memfasilitasi dialog antara Uni Eropa dan Turki selama beberapa bulan terakhir. Tetapi ada terlalu banyak provokasi dan ketegangan antara Turki, Siprus, dan Yunani telah mencegah pembicaraan langsung,” kata Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, melansir English al Arabiya, Senin, 7 Desember 2020.
Jerman yang saat ini menjabat sebagai Presiden EU memiliki kunci untuk menentukan pemberlakuan sanksi terhadap Ankara. Sementara Prancis dan Parlemen Eropa mengatakan sudah waktunya untuk menghukum Turki.
Parlemen Uni Eropa menyerukan sanksi pada 26 November, tetapi kembalinya Oruc Reis ke pelabuhan dan seruan Presiden Tayyip Erdogan untuk berdialog mungkin memberi alasan bagi UE untuk menunda pemberian sanksi terhadap Turki.