Tujuh Langkah Pemerintah Menuju Percepatan Pembangunan Papua

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pemerintah ngebut untuk menyelesaikan segala pembangunan infrastruktur di Papua. Hal ini sesuai dengan Inpres nomor 9 tahun 2020 yang menjadi landasan komitmen pemerintah menyelesaikan akar masalah yang dialami masyarakat Papua.

Bermula sejak 29 September 2020, saat Presiden Joko Widodo menerbitkan instruksi tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat, ada perintah khusus bagi jajaran menteri, TNI, Polri, dan lembaga negara, serta pemerintah daerah (pemda). Mereka diminta mengambil langkah-langkah terobosan, terpadu, tepat, fokus, dan sinergi sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi. Tujuannya,  mempercepat pembangunan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.

Berikutnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merespons. Selama ini berbagai jalan juga sudah ditempuh. Bahwa, update peta jalan serta penajaman fokus memang perlu terus dilakukan. Itu pula yang dilakukan Bappenas. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa perlu menggarisbawahi bahwa segala upaya yang ditempuh selama ini telah pula memberi hasil nyata.

”Strategi komprehensif untuk Papua telah dilakukan dari berbagai perspektif sejak era otonomi khusus (otsus) pada 2001, baik yang ditempuh pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah,” katanya.

Hasilnya pun konkret. Perubahan yang signifikan, menurut Menteri Monoarfa, tecermin dari penurunan persentase penduduk miskin, yakni dari 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 26,55 persen di September 2019. Begitu yang disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas pada laman resmi bappenas.go.id belum lama ini.

Namun, dalam perkembangan berikutnya, menurut Kepala Bappenas, kini muncul desain percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat, dan itu meliputi tujuh langkah strategis. Pertama, pemerintah sepakat bahwa kerangka otsus sesuai UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah langkah asimetris, afirmatif, dan kontekstual dalam mengelola pembangunan, pemerintahan daerah, dan pelayanan publik di tanah Papua.

Dalam konteks kerangka regulasi sektoral hingga kerangka anggaran, otsus dapat memantik semangat baru perumusan kebijakan yang bersifat khusus untuk Papua, baik di level pusat maupun di daerah. Kedua, otsus telah mendorong desentralisasi politik yang membuka ruang bagi orang asli Papua (OAP) untuk berperan serta dalam pemerintahan daerah. OAP sebagai gubernur, bupati dan wali kota mengakui kekhususan kultural melalui kehadiran Majelis Rakyat Papua sejak 2004, dan membentuk kabupaten-kabupaten baru sejak 2002 guna percepatan pelayanan masyarakat Papua di daerah-daerah terpencil. Artinya, kewenangan untuk mengelola pembangunan telah berada di tangan masyarakat Papua, sesuai kebutuhan dan kearifan lokal.

Ketiga, otsus menjadi panduan pemerintah dalam desain khusus pembangunan Papua yang bersifat percepatan, melalui Inpres nomor 9 tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dan yang terbaru, yaitu Inpres nomor 9 tahun 2020 tentang hal yang sama. Inpres ini merupakan bukti keberpihakan yang bersifat konteks Papua dengan fokus di SDM Papua, ekonomi rakyat dari hulu ke hilir, infrastruktur wilayah yang terpadu, pembangunan berkelanjutan, serta tata kelola pemerintahan yang lebih baik.

”Pemerintah Indonesia mendorong kegiatan prioritas yang bersifat quick wins di berbagai kabupaten/kota sesuai wilayah adat dan memperkuat kemitraan dengan berbagai tokoh-tokoh lokal di berbagai sektor untuk pelaksanaan pembangunan 2021 hingga 2024 mendatang,” ujar Menteri Suharso.

Keempat, mengacu kepada langkah Presiden Joko Widodo yang  mengadopsi pendekatan kultural wilayah adat dan ekologis, dalam perencanaan pembangunan nasional, baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 maupun RPJMN 2020-2024. Adapun pendekatan tujuh wilayah adat di Papua meliputi wilayah adat Saireri, Tabi, Laa Pago, Mee Pago, Animha, Domberai, dan Bomberai. Strategi kebijakan dan pelaksanaan tersebut diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan, aspirasi, dan kearifan lokal di Papua dan Papua Barat.

Kelima, komitmen memberdayakan OAP baik di jajaran kementerian/lembaga, TNI/Polri, dan BUMN. Secara khusus, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres nomor 17/2019 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dalam Rangka Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat. Perpres  itu mendorong keberpihakan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam peningkatan kapasitas pelaku usaha Papua, termasuk terobosan penting bagi pengusaha OAP untuk ikut serta dalam pengadaan langsung dalam pekerjaan konstruksi yang bernilai paling banyak Rp 1.000.000.000.

Secara khusus, pengusaha OAP juga dapat mengikuti tender yang pesertanya terbatas pada pelaku usaha Papua untuk pekerjaan konstruksi yang bernilai paling sedikit di atas Rp 1.000.000.000 dan paling banyak Rp 2.500.000.000. Kebijakan afirmatif ini juga dibidik untuk menciptakan wirausaha di kalangan OAP.

Keenam, pemerintah juga menetapkan Provinsi Papua sebagai tuan rumah PON XX yang diundur ke Oktober 2021 akibat pandemi Covid-19. Hal ini merupakan momen bersejarah untuk membangkitkan kebanggaan dan identitas jati diri OAP, selain untuk menggerakkan pemerataan ekonomi daerah untuk semua lapisan masyarakat Papua. Sesuai amanat Presiden RI Joko Widodo, PON bukan hanya sebagai ajang kompetisi olahraga semata, tetapi juga berperan sebagai arena bersama untuk merayakan keragaman, mempertebal semangat persaudaraan, hingga memperkuat persatuan dan kesatuan.

PON XX Tahun 2020 yang akan diselenggarakan di tiga kota/kabupaten, yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Mimika, serta Kabupaten Merauke sebagai kabupaten penyangga akan mempertandingkan 37 cabang olahraga (cabor), di antaranya aerosport, anggar, bulutangkis, catur, dayung, gulat, judo, menembak, muaythai, panahan, senam, sepak takraw, sepatu roda, taekwondo, tarung drajat, tenis, tinju, hingga wushu dan beberapa cabor lainnya.

Ketujuh, berbagai pendekatan, strategi dan kebijakan yang bersifat holistik dan afirmatif untuk Papua didasarkan dengan kondisi global yang berlangsung, baik adaptasi perubahan iklim, ketahanan bencana, gender dan inklusi sosial, pemerintahan yang kolaboratif dan terbuka, maupun keamanan insani. Dalam hal ini, beberapa inisiasi baru dilakukan, seperti penerapan Low Carbon Development Initiative atau Pembangunan Rendah Karbon di Papua Barat, inisiasi Green Economic Growth for Papua, hingga pembangunan kampung berbasis digital di Papua dan Papua Barat.

“Pemerintah bersifat terbuka untuk mendengar berbagai saran dan masukan dari pemangku kepentingan untuk mengelola pembangunan di Tanah Papua. Prinsip dasar kita bersama adalah percepatan pembangunan Papua yang humanis, berkelanjutan, dan inklusif, yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Menteri Suharso.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Memperkokoh Kerukunan Menyambut Momentum Nataru 2024/2025

Jakarta - Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, berbagai elemen masyarakat diimbau untuk memperkuat kerukunan dan menjaga...
- Advertisement -

Baca berita yang ini