Transformasi Industri Tembaga: Hilirisasi Tingkatkan Nilai Tambah dan Investasi

Baca Juga

Jakarta – Industri tembaga Indonesia saat ini sedang memasuki era transformasi yang lebih maju, di mana hilirisasi memainkan peran sentral untuk meningkatkan nilai tambah dan menarik investasi strategis.

Proses hilirisasi ini juga beriringan dengan upaya untuk mewujudkan visi Indonesia yang lebih berdaya saing tinggi, sesuai dengan prinsip-prinsip asta cita yang diusung oleh pemerintah dan sektor industri dalam mendorong keberlanjutan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Ahmad Heri Firdaus, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menilai bahwa hilirisasi tembaga memiliki potensi besar dalam mendukung ketahanan energi dan industri nasional.

Namun, menurutnya, daya saing produk hasil hilirisasi akan semakin kuat jika ditopang oleh infrastruktur yang memadai, regulasi yang kondusif, serta ketersediaan energi yang stabil.

“Langkah yang telah diambil pelaku industri, termasuk MIND ID, sudah cukup strategis dalam mendukung hilirisasi. Namun, agar daya saing produk hilirisasi bisa optimal di pasar global, dibutuhkan dukungan dari berbagai sektor. Misalnya, pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas yang lebih baik,” ujarnya.

Sementara, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, juga menyoroti tantangan utama dalam hilirisasi, yaitu membangun industri hilir yang mampu menghasilkan produk akhir (end product).

Menurutnya, keberadaan Danantara sebagai Badan Pengelola Investasi (BPI) yang baru terbentuk dapat menjadi salah satu solusi dalam mengembangkan industri hilir tembaga.

“Danantara telah terbentuk dan MIND ID merupakan bagian darinya. Keberadaan Badan Pengelola Investasi tersebut memberi peluang untuk membangun perusahaan baru yang khusus bergerak di bidang hilir untuk menghasilkan produk akhir yang berkualitas. Hal ini akan sangat menghemat devisa negara,” jelas Rizal.

Peningkatan sektor hulu juga merupakan elemen krusial dalam ekosistem industri tembaga. Menurut data Badan Geologi 2023, cadangan tembaga Indonesia mengalami penurunan dari 28 juta ton pada 2020 menjadi 20,3 juta ton, sementara total cadangan bijih tercatat mencapai 3 miliar ton.

“Berdasarkan data Badan Geologi, sebaran sumber daya tembaga ini banyak tersebar di Nusa Tenggara, Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Sehingga diperlukan penguasaan wilayah pertambangan oleh MIND ID untuk dapat menjadi key player dalam industri tembaga,” tutup Rizal.

Melalui prinsip asta cita, hilirisasi industri tembaga Indonesia menjadi bagian dari upaya kolektif untuk membangun negara yang mandiri, sejahtera, dan berkelanjutan. Dengan komitmen terhadap kesatuan, kerjasama, dan keberlanjutan, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alamnya dan menciptakan industri tembaga yang lebih maju.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kemandirian Pangan dan Energi di Papua Menjadi Pilar Strategis Pembangunan Nasional

Oleh: Markus Yikwa *) Agenda kemandirian pangan dan energi kembali menempati posisi sentral dalam arah kebijakanpembangunan nasional. Pemerintah secara konsisten menegaskan bahwa ketahanan negara tidakhanya diukur dari stabilitas politik dan keamanan, tetapi juga dari kemampuan memenuhikebutuhan dasar rakyat secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, Papua ditempatkansebagai salah satu wilayah kunci, baik untuk mewujudkan swasembada pangan maupunmemperkuat fondasi kemandirian energi berbasis sumber daya domestik seperti kelapa sawit. Upaya percepatan swasembada pangan di Papua mencerminkan pendekatan pemerintah yang lebih struktural dan berjangka panjang. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam berbagaikesempatan menekankan bahwa defisit beras di Papua tidak dapat diselesaikan hanya dengandistribusi antarpulau, melainkan harus dijawab melalui peningkatan kapasitas produksi lokal. Dengan kebutuhan beras tahunan yang jauh melampaui produksi eksisting, pemerintah memilihstrategi pencetakan sawah baru secara masif sebagai solusi konkret. Pendekatan ini menunjukkankeberanian negara untuk menyelesaikan masalah dari hulunya, bukan sekadar menambalkekurangan melalui mekanisme pasar jangka pendek. Kebijakan pencetakan sawah baru di Papua, Papua Selatan, dan Papua Barat tidak berdiri sendiri. Pemerintah juga menyiapkan dukungan menyeluruh berupa penyediaan benih unggul, pupuk, pendampingan teknologi, hingga pembangunan infrastruktur irigasi dan akses produksi. Sinergiantara pemerintah pusat dan daerah menjadi prasyarat utama agar program ini tidak berhentisebagai proyek administratif, melainkan benar-benar mengubah struktur ekonomi lokal. Denganproduksi pangan yang tumbuh di wilayahnya sendiri, Papua tidak hanya mengurangiketergantungan pasokan dari luar, tetapi juga membangun basis ekonomi rakyat yang lebihtangguh. Lebih jauh, visi swasembada pangan yang disampaikan Mentan Andi Amran Sulaiman menempatkan kemandirian tiap pulau sebagai fondasi stabilitas nasional....
- Advertisement -

Baca berita yang ini