MATA INDONESIA, JAKARTA – Aparatur Sipil Negara (ASN) harus memiliki loyalitas tunggal terhadap Pancasila dan UUD 1945. Hal ini merupakan harga mutlak mengingat aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Bila ada pelanggaran yang berpotensi merusak persatuan dan kesatuan bangsa maka sanksinya bisa diberhentikan dengan tidak hormat.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dr Muhammad Rifqi Muna menegaskan bahwa ASN harus taat pada aturan negara yaitu memiliki loyalitas tunggal terhadap Pancasila.
“Dia harus taat pada aturan negara, tidak boleh dia punya loyalitas ganda apalagi jika kegandaan itu bertentangan dengan prinsip yang dipegang seperti terorisme,” kata Rifqi Muna kepada Mata Indonesia News, Minggu 28 Februari 2021.
Hal ini perlu ditegaskan terus menerus karena ada fenomena ketertarikan sebagian ASN dengan ideologi selain Pancasila. Misalnya pada temuan dari Survei Alvara tahun 2017 yang memperlihatkan bahwa 19,4 persen ASN tidak setuju dengan Pancasila dan lebih tertarik kepada ideologi Khilafah.
Data KemenPANRB mencatat bahwa hingga Juni 2019 jumlah ASN mencapai 4,2 juta jiwa, bila dikonversi dengan 19,4 persen maka terdapat sekitar 814 ribu ASN yang terpapar ideologi lain.
Dr Muhammad Rifqi Muna bahkan menegaskan bahwa ASN yang tidak setuju terhadap Pancasila tidak bisa ditolerir.
“Tidak bisa ditolerir. Orang yang ekstrem masuk ke lembaga negara,” kata Rifqi Muna.
Sejauh ini langkah tegas sudah pernah dilakukan untuk menindak para ASN yang anti terhadap Pancasila. Salah satunya yakni saat Tjahjo Kumolo masih memegang jabatan sebagai Pelaksana Tugas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tahun 2019 lalu. Ia mencopot salah seorang ASN yang memposting konten anti Pancasila di media sosialnya.