MATA INDONESIA, KUWAIT CITY – Pemerintah Kuwait memutuskan untuk memanggil duta besarnya dari Lebanon dan menuntut agar kuasa usaha Lebanon meninggalkan Kuwait dalam kurun waktu 48 jam.
Tensi di Timur Tengah kian memanas menyusul pernyataan yang dilontarkan seorang menteri Lebanon terkait krisis yang tengah terjadi di Yaman. Dan keputusan Kuwait datang menyusul sikap Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain yang mengambil langkah serupa.
Sebagai catatan, sebelumnya Menteri Informasi Lebanon, George Kordahi melontarkan sebuah pernyataan yang kontroversial. Di mana ia menggambarkan bahwa perang di Yaman adalah suatu yang sia-sia, melansir Al Mayadeen.
Kordahi juga mengatakan bahwa kelompok pemberontak Yaman, Houthi, membela diri terhadap agreasi eksternal di Yaman selama bertahun-tahun dan menyebut Arab Saudi dan Uni Emirat Arab sebagai negara aggressor di Yaman.
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengumumkan bahwa ia menyesali tindakan Arab Saudi terhadap Libanon. Ia berharap Arab Saudi akan mempertimbangkan kembali keputusannya dan menekankan bahwa Lebanon akan melakukan berbagai daya upaya demi memperbaiki hubungan tersebut.
Mikati juga meminta maaf atas pernyataan yang dilontarkan sang menteri, George Kordahi, juga meminta Menteri Luar Negeri Abdallah Bou Habib untuk tinggal di Beirut dan membentuk sel manajemen krisis untuk menangani peristiwa yang sedang berlangsung saat ini.
Pada Jumat (29/10), Arab Saudi menarik duta besarnya dari Lebanon dan memerintahkan utusan negara tersebut meninggalkan Riyadh – sebagai balasan atas pernyataan kontroversial yang dibuat Kordahi.
Bukan hanya itu, Arab Saudi juga melarang semua ekspor Lebanon ke negara monarki yang kaya akan minyak bumi itu.
Sebagaimana diketahui, Arab Saudi merupakan pemimpin aliansi militer yang memerangi pemberontak Houthi di Yaman – yang diduga bersekutu dengan Iran.