MATA INDONESIA, JAKARTA – Kelompok teroris terus bergerak di tengah pandemi Covid-19, mereka memanfaatkan situasi ini untuk membangun narasi hingga melakukan rekrutmen dan menggalang dana.
Kondisi pandemi juga telah menciptakan risiko ancaman terorisme baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Kepala Badan Penanggulangan Terorisme, Boy Rafli Amar pernah mengemukakan bahwa terdapat 3 risiko jangka pendek yaitu menyebabkan ‘captive audiens’ atau penonton yang tertawan. Istilah ini disematkan bagi orang yang menghabiskan waktu online selama masa pandemi Covid-19.
Kedua, kondisi pandemi membuka kesempatan bagi kelompok teroris untuk melakukan propaganda melalui dunia maya.
Terakhir adalah teroris yang memanfaatkan pandemi untuk melakukan kegiatan kemanusiaan namun disalahgunakan untuk kegiatan terorisme.
Sementara untuk risiko jangka panjang yang muncul akibat pandemi, menyebabkan tergerusnya sumber daya yang dimiliki negara untuk kegiatan penanggulangan terorisme.
Pengamat Intelijen dan Terorisme Stanislaus Riyanta, menilai bahwa pemerintah harus mewaspadai gerakan teror di masa pandemi yang dikhawatirkan bisa semakin meluas.
“Selama ada kesempatan dan sumber daya yang mendukung pasti teror tersebut terjadi. Harus diwaspadai bahwa di masa pandemi ini titik rawan semakin luas. Ini bisa menjadi pintu masuk aksi teror,” kata Stanislaus saat berbincang dengan Mata Indonesia, 27 Januari 2021.
Maka, ia juga menekankan pemerintah termasuk penegak hukum untuk mewaspadai kelompok teroris yang mencuri kesempatan melancarkan aksinya di tengah situasi pandemi.