MATA INDONESIA, HONIARA – Sedikitnya tiga mayat ditemukan di sebuah gedung yang terbakar di kota Kepulauan Solomon, Honiara. Ini merupakan kematian pertama yang dilaporkan pihak berwenang setelah kerusuhan anti-Cina yang berlangsung selama berhari-hari.
“Mayat-mayat dalam kondisi hangus itu ditemukan di sebuah toko di distrik Chinatown, Honiara,” kata pihak kepolisian Kepulauan Solomon, melansir Guardian, Sabtu, 27 November 2021.
Seorang penjaga keamanan, Eddie Soa, mengatakan bahwa mayat-mayat tersebut ditemukan pada Jumat (26/11) malam waktu setempat di OK Mart, di kawasan Chinatown, Honiara.
“Tiga dari mereka berada di ruangan yang sama dengan kotak uang dan uang di lantai,” ucap Eddie Soa.
Banyak bangunan di distrik Chinatown telah dibakar dan Soa mengatakan mayat-mayat itu terbakar dengan sangat parah. “Kami tidak tahu apakah mereka orang Cina atau penduduk lokal,” sambungnya.
Polisi mengatakan tim forensik telah meluncurkan penyelidikan dan masih di tempat kejadian tetapi penyebab kematian belum jelas.
Jalan-jalan ibu kota tetap relatif sepi pada Sabtu (27/11) pagi ketika penduduk setempat mulai menilai kerusakan yang ditinggalkan oleh kerusuhan yang berlangsung selama berhari-hari itu.
Jam malam telah diberlakukan di ibu kota yang bergolak setelah hari ketiga kekerasan yang membuat rumah Perdana Menteri Manasseh Sogavare diserang dan sebagian besar kota menjadi puing-puing yang membara.
Pasukan penjaga perdamaian Australia, yang tiba di negara itu pada Kamis (25/11) malam waktu setempat, juga bergabung dengan polisi di jalan-jalan untuk memulihkan ketertiban dan melindungi infrastruktur penting.
Ledakan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Solomon merupakan akibat dari rasa frustrasi warga dengan pemerintahan Perdana Menteri Manasseh Sogavare dan angka pengangguran yang tinggi dan diperparah oleh pandemi.
Para ahli mengatakan krisis juga telah dipicu oleh permusuhan lama antara penduduk pulau terpadat Malaita dan pemerintah pusat yang berbasis di pulau Guadalcanal.
Negara kepulauan berpenduduk sekitar 700 ribu jiwa itu selama beberapa dekade mengalami ketegangan etnis dan politik. Penduduk Malaita telah lama mengeluh bahwa pulau mereka diabaikan oleh pemerintah pusat, dan perpecahan meningkat ketika Sogavare mengakui Beijing pada 2019.
PM Sogvare mengatakan bahwa kerusuhan anti-Cina dihasut oleh asing. Dalam wawancara dengan saluran berita ABC Australia, ia menolak menyebutkan negara-negara yang ia curigai sebagai dalang di balik kerusuhan itu.
“Kami tahu siapa mereka,” ujarnya tanpa merinci satu pun pihak atau negara yang dicurigai, menambahkan bahwa satu-satunya isu nyata yang menyebabkan kerusuhan sejak hari Kamis adalah hubungan Kepulauan Solomon yang lebih dekat dengan Cina.
Ia menolak sebagai tangensial semua keluhan lainnya, seperti dugaan kegagalan pemerintah pusat untuk menyediakan infrastruktur ke wilayah tersebut yang dituntut oleh pengunjuk rasa, yang sebagian besar berasal dari Provinsi Malaita.