MATA INDONESIA, JAKARTA – Wilayah Arktik yang menjadi rumah bagi jutaan kilometer persegi es, dianggap penting untuk tetap menjaga planet tetap dingin. Professor dari Universitas College London (UCL), Julienne Stroeve mengatakan bahwa wilayah tersebut telah memanas hingga tiga kali lipat pada tingkat global.
Ketebalan es di Arktik bisa dihitung dengan mengukur ketinggian es di atas air. Tetapi salju yang mengapung mengganggu upaya pengukuran. Alhasil, para ilmuwan menyesuaikannya dengan menggunakan peta kedalaman salju di Kutub Utara yang diklaim Universitas College London (UCL) Inggris, tidak memperhitungkan dampak perubahan iklim.
Selain itu, para peneliti juga menggunakan satelit Badan Antariksa Eropa untuk menghitung waktu yang dibutuhkan gelombang radar untuk mengetahui dari pantulan es yang memungkinkan peneliti untuk menyimpulkan ketebalan total es.
Para ilmuwan akhirnya mampu mengukur tingkat keseluruhan penurunan ketebalan es, serta variabilitasnya dari tahun ke tahun. Pemimpin penelitian, Robbie Mallet mengemukakan bahwa hal tersebut penting karena merupakan ‘indikator kesehatan Arktik.”
Maka, cairnya es dinilai bisa memicu ketegangan geopolitik karena negara-negara melihat sumber daya kutub utara yang belum bisa dimanfaatkan dengan rutinitas maritim terbaru.
Terlihat dari beberapa negara yang berada di wilayah Kutub Utara termasuk Amerika Serikat dan Rusia berjanji untuk memerangi perubahan iklim, untuk menjaga perdamaian di kawasan itu ketika kepentingan strategisnya meningkat.
Adapun, kesimpulan dari penelitian ini meyakini bahwa selama beberapa dekade planet ini dianggap mulai menghangat. Professor Juliene Strove pun menegaskan bahwa penelitian yang dilakukan merupakan langkah visioner.