MATA INDONESIA, JAKARTA – Studi yang dilakukan oleh seorang mahasiswa University of East Anglia, menemukan bahwa virus corona baru pada kelelawar di Inggris untuk pertama kali. Namun, para peneliti menegaskan bahwa virus tersebut tidak berisiko bagi manusia.
Sementara mahasiswa program sarjana ekologi Sekolah Ilmu Biologi UEA, Ivana Murphy menegaskan bahwa temuan virus yang dinamakan New York Post RhGB01 ini, berasal dari pengumpulan kotoran kelelawar tapal kuda. Penelitian ini merupakan bagian dari disertasi penelitian tahun terakhirnya.
53 kelelawar di Somerset, Gloucestershire dan Wales, ditangkap untuk dianalisa fesesnya. Sampel tersebu dikirim untuk analisis virus di PHE.
Ivana Murphy menegaskan bahwa bagian dari virus corona yang menempel pada sel inang untuk menginfeksi tidak bisa menginfeksi sel manusia.
“Receptor binding domain, bagian dari virus corona yang menempel pada sel inang untuk menginfeksi seseorang, tidak kompatibel dengan kemampuan untuk menginfeksi sel manusia,” kata Murphy.
Sementara itu, sejumlah peneliti lainnya menyatakan bahwa kelelawar memang hampir pasti menyimpan virus untuk waktu yang sangat lama. Maka, Murphy khawatir jika orang-orang takut dan membasmi kelelawar.
Seorang ahli penyakit zoonosis dari UEA, Diana Bell, menegaskan bahwa kasus ‘mencari dan menemukan’ virus corona di kelelawar berbeda yang ditemukan pada spesies mamalia lain.
“Kelelawar ini hampir pasti telah menyimpan virus ini untuk waktu yang sangat lama, mungkin ribuan tahun. Kami tidak mengetahuinya sebelumnya karena ini adalah pertama kalinya tes semacam itu dilakukan pada kelelawar Inggris,” kata Bell.
Maka, peraturan ketat perlu dilakukan secara global terhadap siapapun yang menangani kelelawar dan hewan liar lainnya.