Strategi Pemerintah Perangi COVID-19: Siapkan 1 Juta Rapid Test dan Logistik APD Petugas Medis

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan seluruh komponen bangsa Indonesia untuk mengimplementasikan social distancing alias menjaga jarak. Strategi dasar ini wajib dilakukan sebagai upaya bersama melawan wabah virus corona atau COVID- 19.

Jika upaya itu dilakukan bersama, satu arah dan gerakan bersatu bersama, dapat dipastikan mengurangi risiko penularan. “Menjaga jarak sedemikian rupa sehingga apabila ada orang sakit maka percikan droplet, percikan lendir yang keluar pada saat orang sakit bersin, batuk, bicara itu bisa kita hindari. Setidak-tidaknya kita harus berada pada jarak aman di atas 1 meter,” kata Juru Bicara (Jubir) Penanganan Wabah Covid-19, Achmad Yurianto beberapa lalu di Jakarta.

Masyarakat pun diminta bisa memahami kapan seseorang perlu ke rumah sakit dan kapan seseorang perlu untuk dilaksanakan pemeriksaan virus, seperti melalui usapan pada bagian dinding belakang rongga hidung dan dinding belakang rongga mulut.

Asal tahu saja, gejala seseorang yang memiliki kemungkinan kontak dengan pasien lain yang positif, orang lain yang sudah diidentifikasi positif, dan kemudian muncul gejala, yang paling sering adalah demam panas di atas 38. Kemudian batuk, itu gejala kedua yang paling banyak, disertai dengan pilek dan gangguan pernafasan.

Jika itu terjadi, maka yang bersangkutan menuju fasilitas kesehatan dan bertemu dengan dokter untuk konsultasi, ceritakan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi setelah dia kontak dengan orang lain yang sudah diyakini positif.

“Nantinya dokter akan melaksanakan serangkaian pemeriksaan termasuk di antaranya adalah pemeriksaan usapan dinding belakang hidung dan dinding belakang rongga mulut untuk kemudian kita pastikan apakah mengandung virus atau tidak,” ujar Yuri.

Kemudian, bagi orang yang kemungkinan baru kembali dari daerah, atau dari luar negeri, pada negara yang terjangkit penyakit Covid-19 ini, dan kemudian merasakan ada keluhan sesegera mungkin menuju ke fasilitas kesehatan untuk berkonsultasi dengan dokter.

Terkait pemeriksaan massal, Yuri menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap orang yang memiliki peluang untuk kontak dengan kasus positif. Sebab data perhitungan yang dimilikinya, population at risk atau kelompok jumlah orang yang berisiko adalah pada kisaran angka 600-700 ribu.

Pemerintah pun menyiapkan sekitar 1 juta kit untuk pemeriksaan secara massal di dalam kaitan dengan mengidentifikasi kasus positif yang ada di masyarakat. “Tentu ini akan dilakukan dengan melalui analisa risiko, jadi tidak semua orang harus diperiksa. Manakala risikonya kita yakini rendah, tidak diperiksa,” katanya.

Sebagai contoh yang sederhana, lanjut Yuri, apabila seseorang dirawat dengan konfirmasi kasus positif, maka akan di-trace, tarik ke belakang 14 hari, di mana dia berada sepanjang itu. Apabila dia berada di rumah, mestinya maka seluruh rumah akan diperiksa.

Termasuk jika dia juga pernah melakukan aktivitas di kantor, maka seluruh orang yang di kantor, di dalam ruang kerja itu, akan kita lakukan pemeriksaan. “Ini adalah langkah-langkah penjajakan awal di dalam kaitan dengan pemeriksaan secara massal. Ini yang kita harapkan bisa kita laksanakan,” ujar Yuri.

Adapaun metode yang digunakan untuk pemeriksaan secara massal, menurut Yuri, adalah berbeda dengan metode yang selama ini digunakan untuk menegakkan diagnosa. “Kita pahami bersama bahwa pemeriksaan diagnosa adalah pemeriksaan molekuler yang kita dapatkan dari usapan dinding hidung belakang dan dinding mulut belakang,” ujarnya.

Untuk PCR sebutannya, lanjut Yuri, untuk menentukan seseorang menderita positif atau tidak, tetapi untuk pemeriksaan massal, akan menggunakan pemeriksaan melalui darah. Nantinya darah diambil sedikit dan kemudian dilakukan pemeriksaan dengan alat, dengan kit, sehingga kemudian dalam waktu kurang dari 2 menit, maka akan bisa kita selesaikan hasilnya.

Tentunya, sambung Yuri, sensitivitasnya beda tetapi ini adalah screening massal, penapisan awal secara massal yang tujuannya adalah untuk menemukan kasus-kasus yang berpotensi menjadi positif pada pemeriksaan PCR.

Sebabnya, hasil dari screening tentunya apabila positif akan ditindak lanjuti dengan pemeriksaan PCR, untuk memastikan positif yang sesungguhnya. Karena bisa saja positif ini terjadi pada orang yang sudah sembuh dari penyakit ini.

Upaya-upaya yang dilakukan, tambah Yuri, harapannya setelah dengan perawatan yang baik, tentunya akan bisa menjadi sembuh dan muncul imunologi yang bagus sehingga yang bersangkutan akan menjadi sehat kembali.

“Kita pahami penyakit ini adalah self-limited disease, artinya bisa sembuh sendiri berbasis pada imunitas. Maka saat ini kita tak harus menunggu adanya obat yang definitif untuk mengobati ini ataupun vaksin yang definitif untuk melawan penyakit ini,” ujarnya.

APD Stok Tersedia

Yuri mengungkapkan pada Jumat 20 Maret 2020 kemarin sudah menerima 2.000 kit  alat pelindung diri untuk pemeriksaan cepat, tinggal dikirim 2.000, dan harapannya besok sudah bisa masuk.

“Dan kemudian sekitar 100.000 yang akan masuk di hari berikutnya. Kemudian APD juga sudah kita dapatkan sekitar 10.000 lebih. Kemudian masker juga lebih dari 150.000. Kemudian sarung tangan dan sebagainya,” kata dia.

Artinya, menurut Yuri posisi logistik untuk layanan perawatan di rumah sakit cukup sehingga para pelaksana di rumah sakit dapat mengaksesnya melalui dinas kesehatan provinsi. “Karena titik distribusi kita ada di dinas kesehatan provinsi, dan end user akan berada di dinas kesehatan provinsi untuk distribusi sampai rumah sakit,” ujar Yuri.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perang Melawan Judi Online: Prioritas Presiden Prabowo Menjaga Moral dan Keamanan Bangsa

Oleh: Gusti Ayu Putri Alviana *) Perkembangan teknologi digital di era modern membawa kemudahan dan membuka peluang bagi aktivitas ilegal yang mengancam...
- Advertisement -

Baca berita yang ini