MATA INDONESIA, JAKARTA – Masyarakat harus bersiap-siap jika nanti pemerintah memutuskan harga bahan bakar minyak (BBM) naik.
Permintaan ini disampaikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Menurut Bahlil, jika harga BBM tidak naik, maka dampaknya adalah kondisi fiskal negara yang tidak sehat. Sebab, seperempat pendapatan negara untuk subsidi BBM.
”Tolong teman-teman wartawan sampaikan kepada rakyat. Rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang. Feeling saya sih harus kita siap-siap kalau kenaikan BBM itu terjadi,” katanya, Jumat, 12 Agustus 2022.
Bahlil mengemukakan, kondisi ekonomi global yang tidak menentu seperti saat ini menyebabkan harga minyak dunia terus meroket. Ia mencatat harga minyak dunia rata-rata mencapai USD 105 per barel dari periode Januari-Juli 2022. Padahal, asumsi harga minyak di dalam APBN hanya di kisaran USD 63 sampai USD 70 per barel.
“Hari ini kalau (harga minyak) USD 100 per barel. Subsidi kita itu bisa mencapai Rp500 triliun. Tapi kalau harga minyak per barel di atas USD100, misal USD105, dengan asumsi kurs dolar itu Rp14.500 sampai rata-rata saat ini Rp14.750. Dan kuota kita dari 23 juta kilo liter menjadi 29 juta KL, maka harus terjadi penambahan subsidi,” katanya.
Dengan semua angka-angka itu, Bahlil mengatakan setidaknya harus ada Rp500 triliun hingga Rp600 triliun alokasi subsidi dari APBN untuk subsidi BBM.
“Rp500 triliun sampai Rp600 triliun itu sama dengan 25 persen total pendapatan APBN kita untuk subsidi. Ini menurut saya agak tidak sehat,” katanya.
Perlu ada pengertian masyarakat atas kondisi yang ada saat ini. Ia juga mengatakan hal itu bisa jadi momentum bersama untuk bergotong royong untuk menjaga kondisi fiskal negara agar tetap sehat.
Terlebih, tren pemulihan ekonomi sedang naik setelah pada kuartal II-2022 pertumbuhannya mencapai 5,44 persen. Dengan tingkat inflasi tahunan pada Juni 2022 terjaga di level 4,35 persen.
“Kita doakan, kalau ini beban negaranya tinggi. Ya ayo sama-sama kita. Mungkin ini momentum kita gotong royong. Ini untuk menjaga fiskal kita juga agar sehat,” katanya.
Ia pun sempat berseloroh kenaikan harga BBM adalah hal biasa di Papua. Menteri yang besar di Papua itu mengaku harga BBM di Papua dulu pernah mencapai Rp19 ribu per liter.
“Kalau saya dulu di Papua, dulu harga Rp19 ribu tidak pernah ribut. Tapi di sini naik Rp1.000-Rp2.000 sudah ribut orang. Kalau di Papua, harga minyak naik, waktu dulu waktu saya jadi pengusaha, biasa-biasa aja yang penting barang ada,” katanya.