MATA INDONESIA, MANILA – Serangan teritorial oleh ratusan kapal Cina di Laut Cina Selatan membuat hubungan Filipina dan Beijing tegang dan menyebabkan permusuhan yang tidak diinginkan, ungkap ajudan presiden Rodrigo Duterte, Salvador Panelo.
Panelo yang merupakan penasihat hukum kepresidenan, mengatakan kehadiran kapal Cina di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina adalah noda yang tidak diinginkan dalam hubungan dan dapat memicu permusuhan antara kedua negara.
“Kami dapat bernegosiasi tentang masalah yang menjadi perhatian dan keuntungan bersama, tetapi jangan salah tentang itu – kedaulatan kami tidak dapat dinegosiasikan,” kata Panelo dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters, Senin, 5 April 2021.
Panelo juga mengatakan bahwa Manila tidak akan dibutakan oleh gerakan kemanusiaan Negeri Tirai Bambu di tengah pelanggaran hukum internasional dan hak kedaulatan, merujuk pada vaksin corona yang disumbangkan oleh negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping.
Filipina mengajukan protes diplomatik tentang kehadiran 220 kapal berbendera Cina yang mengerumuni dan dianggap mengancam. Pemerintah Filipina juga meyakini bahwa ratusan kapal di wilayah Whitsun Reef tersebut diawaki oleh milisi Beijing – sebuah sikap yang didukung oleh Amerika Serikat.
Kedutaan Besar Cina di Manila menyatakan bahwa sejumlah kapal nelayan yang berada di wilayah terumbu karang, Whitsun hanyalah kapal penangkap ikan yang berlindung dari gelombang laut yang ganas dan tidak ada milisi atau aparat keamanan di dalam kapal tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, satuan tugas Filipina di Laut Cina Selatan prihatin atas kehadiran milisi Beijing yang melanggar hukum dan enggan mundur dari wilayah yang dipersengketakan tersebut.
“Baik Filipina maupun komunitas internasional tidak akan pernah menerima pernyataan Cina tentang apa yang disebut kedaulatan terintegrasi yang tak terbantahkan di hampir seluruh Laut Cina Selatan,” kata gugus tugas tersebut, yang mendesak penarikan segera kapal-kapal itu (31/3).
“Kami menghadapi pandemi dan kemudian Cina menyebabkan masalah,” tuntas Panelo.
Selain Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Taiwan, dan Beijing memiliki klaim teritorial yang bersaing di Laut Cina Selatan, yang merupakan jalur kunci perdagangan dunia, di mana sekitar 25 persen arus pelayaran dunia melewati jalur tersebut dengan valuasi barang mencapai angka 3,4 triliun dolar AS.
Tak mengherankan bila kemudian wilayah perairan tersebut menjadi magnet bagi negara-negara yang memiliki visi perdagangan dan pertahanan. Masuk akal, bila kemudian perseteruan akan siapa penguasa di kawasan tersebut tak kunjung usai, terutama antara Amerika Serikat dan Cina.