MATA INDONESIA, MOSKOW – Mundurnya Boris Johnson sebagai Perdana Menteri Inggris disambut ejekan dan celaan dari para politisi Rusia
Beberapa politisi di Rusia menyebut Johnson sebagai badut yang akhirnya mendapatkan hadiah karena mempersenjatai Ukraina melawan Rusia.
Johnson mengumumkan pengunduran dirinya setelah sejumlah menterinya meninggalkan ia dan kabinet karena serangkaian skandal.
Juru Bicara Pemerintahan Rusia Dmitry Peskov mengatakan bahwa Kremlin tidak menyukai Johnson. ”Dia tidak menyukai kami, dan kami juga tidak menyukainya,” kata Peskov.
Taipan Rusia, Oleg Deripaska, mengatakan di Telegram bahwa mundurnya Johnson adalah akhir yang memalukan untuk “badut bodoh”.
”Yang hati nuraninya akan rusak oleh puluhan ribu nyawa dalam konflik tidak masuk akal di Ukraina ini,” tulis Deripaska, dikutip Reuters.
Badut itu telah pergi, menurut Vyacheslav Volodin, ketua majelis rendah parlemen Rusia dalam akun twitternya. ”Dia adalah salah satu ideolog utama perang melawan Rusia hingga Ukraina. Para pemimpin Eropa harus memikirkan ke mana arah kebijakan seperti itu,” ujar Volodin.
Johnson secara terbuka telah berulang kali mengkritik Presiden Rusia Vladimir Putin.
Johnson pernah menyebut Putin sebagai pemimpin Kremlin yang kejam dan mungkin tidak rasional. Yang membahayakan dunia dengan ambisinya yang gila.
Setelah invasi, Johnson menjadikan Inggris sebagai salah satu pendukung Ukraina terbesar di Barat. Inggris mengirimkan senjata, menjatuhkan beberapa sanksi terhadap Rusia. Dan mendesak Ukraina untuk mengalahkan Moskwa.
Johnson juga telah dua kali mengunjungi Kyiv untuk bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Dukungan Johnson terhadap Ukraina begitu kuat sehingga ia dikenal sebagai Borys Johnsoniuk oleh beberapa orang di Kyiv.
Johnson juga terkadang mengakhiri pidatonya dengan berkata “Slava Ukraini” alias “kemuliaan bagi Ukraina”.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Rusia Maria Zakharova mengatakan, kejatuhan Johnson adalah gejala kemunduran Barat. Ia menanambahkan, Barat telah terbelah oleh krisis politik, ideologis, dan ekonomi.
Pesan moral dari cerita ini menurut Zakharova: jangan berusaha untuk menghancurkan Rusia.