Mata Indonesia, Jakarta – Perekonomian Indonesia dinilai memiliki fondasi yang tetap solid untuk menghadapi tahun 2026. kekuatan konsumsi domestik yang dikombinasikan dengan program-program prioritas pemerintah menjadi penopang utama ketahanan ekonomi nasional, sekaligus sumber optimisme pertumbuhan ke depan.
Ekonom sekaligus Policy and Program Director Lembaga Riset Prasasti, Piter Abdullah, menilai ketahanan ekonomi Indonesia saat ini cukup kuat karena ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang stabil serta keberlanjutan program prioritas pemerintah.
“Bisa lho. Jangankan 6 persen, lebih dari 6 persen pun bisa. Tapi apa yang akan kita kerjakan di tahun depan itu yang akan menentukan,” kata Piter kepada kumparan, dikutip Jumat (12/12).
Piter menjelaskan, dengan pelaksanaan program yang konsisten dan sinergi kebijakan fiskal serta moneter yang berjalan optimal, perekonomian nasional berpeluang tumbuh hingga 6 persen pada 2026.
Bahkan, ia meyakini target pertumbuhan jangka menengah yang lebih tinggi dapat dicapai jika pemerintah menjaga kesinambungan kebijakan dan fokus pada program yang langsung menyentuh masyarakat.
“Tapi sekali lagi, programnya yang tepat dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, termasuk MBG dan Koperasi Merah Putih,” sebut Piter.
Ia menilai program MBG tidak hanya berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemenuhan gizi, tetapi juga menciptakan efek ekonomi yang luas. Permintaan bahan pangan, distribusi logistik, hingga keterlibatan UMKM lokal dinilai mampu menggerakkan sektor riil dan membuka lapangan kerja di berbagai daerah.
Dilain sisi, Kopdes Merah Putih dipandang sebagai instrumen penting untuk memperkuat ekonomi desa dan meningkatkan daya tahan konsumsi masyarakat.
Sementara itu, Chief Economist BSI, Banjaran Surya Indrastomo, menyebut kondisi keuangan negara saat ini mencerminkan kebijakan fiskal dan keuangan yang lebih ekspansif namun tetap dijalankan secara hati-hati.
“Serta, mampu mendorong pertumbuhan pembiayaan kembali ke kisaran dua digit untuk mendorong kembali kegiatan ekonomi,” kata Banjaran di Jakarta.
Menurut Banjaran, penempatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) di perbankan, termasuk di BSI, diharapkan memperkuat likuiditas sistem keuangan dan menurunkan biaya dana.
Kondisi tersebut dinilai membuka ruang lebih besar bagi penyaluran pembiayaan, khususnya ke sektor-sektor produktif yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mendorong pemulihan kelas menengah.
Selain itu, daya tahan konsumsi domestik dan agenda hilirisasi tetap menjadi motor penting pertumbuhan jangka menengah.
“Kombinasi delapan faktor ini membuat Indonesia masuk ke 2026 dengan fondasi yang relatif kuat, meskipun lanskap global tetap penuh ketidakpastian,” ujarnya.
