MATA INDONESIA, JAKARTA – Posisi subordinat bisa menjerat perempuan terlibat dalam aksi terorisme. Hal ini tidak lepas dari adanya anggapan bahwa kedudukan perempuan selalu berada di bawah laki-laki. Pengamat intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta menilai bahwa perspektif ini menyebabkan perempuan terbawa arus untuk ikut dalam aksi teror.
“Perempuan yang terlibat karena ada pengaruh hubungan subordinat misal dari orang tua atau suaminya. Selain faktor doktrinasi ideologi radikal juga karena ketaatan,” kata Stanislaus kepada Mata Indonesia News, Jumat 12 Maret 2021.
Dengan kata lain, perempuan harus patuh dan ikut pada laki-laki baik itu suami atau orang tua. Hal serupa juga pernah dikemukakan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar. Ia menyebut bahwa perempuan bisa terbawa arus terorisme karena perspektif subordinat yaitu harus patuh dan loyal.
Selain itu perempuan juga dianggap tunduk dengan nuansa yang berbau agama serta memiliki akses terhadap media sosial namun tidak didukung literasi yang memadai.
“Mereka yang terlibat umumnya ibu rumah tangga dan perempuan biasa. Terpapar karena propaganda baik dari media sosial atau suami,” kata Boy Rafli.
BNPT juga sudah melakukan upaya untuk mencegah supaya perempuan tidak terjerat radikalisme dan terorisme dengan melakukan kontra radikalisasi.
“Menguatkan paham-paham kebangsaan dan meluruskan tafsir-tafsir keagamaan yang sempit dalam melihat ayat-ayat. Mereka dengan mudah mengatakan itu bagian dari ajaran agama bahkan menghilangkan nyawa orang lain,” kata Boy.
Selain itu pemberdayaan ekonomi juga bisa menjadi solusi untuk mencegah perempuan terbawa arus dalam aksi teror. Mengingat, permasalahan ekonomi juga menjadi salah satu alasan perempuan bisa terlibat.