Persoalan Lahan Tambang Ganggu Iklim Investasi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Ketua Umum Indonesian Mining Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan persoalan kasus tumpang tindih di sektor pertambangan akan mengganggu investasi.

Bila masalah itu muncul pemerintah harus cepat dan tegas dalam merampungkan masalah tersebut.

“Kekhawatiran investor harus terjawab dengan cepat, khususnya investor bidang pertambangan yang memerlukan dana besar dan risiko relatif tinggi,” katanya.

Singgih mengatakan saat ini sebenarnya masalah tumpang tindih di sektor pertambangan jauh berkurang berkat kebijakan Clear and Clean (CnC) dan kebijakan Satu Peta (KSP).

Masalah tumpang tindih harus diletakkan pada berbagai parameter. Misalnya, hak dan kewajiban, kewenangan pemerintah, perlindungan dan kelestarian lingkungan hidup dan terakhir penegakan hukum.

Adapun salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih, yakni dengan harmonisasi peraturan. Harmonisasi peraturan perundang-undangan yang setingkat maupun regulasi vertikal harus dilakukan.  

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai tumpah tindih lahan tambang terjadi lantaran kebijakan yang dibuat pemerintah tak konsisten. Apalagi saat daerah dapat memberikan izin usaha tambang.

Selain itu, koordinasi lintas Kementerian juga masih kurang. Misalnya di lokasi yang sama, ada penerbitan izin tambang dan ada pula penerbitan izin perkebunan. “Jadi akhirnya bisa mengganggu investasi di sektor pertambangan. Selain itu juga mengganggu investasi di sektor yang lain yang berhubungan dengan sektor ini,” katanya.

Mamit mendesak agar pemerintah dapat memperketat pemberian izin tambang. Mengingat, saat ini kewenangan izin pertambangan telah beralih ke pemerintah pusat. “Hal ini bisa mengurangi potensi tumpang tindih. Selain itu koordinasi antar Kementerian terkait adalah hal yang utama,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini