Perjanjian Abraham, Promosikan Hubungan Arab dan Israel

Baca Juga

MATA INDONESIA, WASHINGTON – Mantan Penasihat Gedung Putih, Jared Kushner membentuk Abraham Accords Institute for Peace atau sebuah kelompok untuk mempromosikan hubungan empat negara Arab dengan Israel.

Selain itu, Abraham Accords Institute for Peace dibentuk untuk bekerja dalam memperdalam kesepakatan yang dicapai Israel tahun lalu dengan Uni Emirates Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko.

Sebagai catatan, empat negara Arab tersebut memiliki motif masing-masing terkait dengan normalisasi hubungan dengan Israel. Secara umum, keempatnya berdalih bahwa menjalin hubungan Israel adalah sebagai bagian dari upaya untuk menghentikan aneksasi atas wilayah Palestina. Kendati demikian, Palestina menentang keras langkah yang ditempuh negara-negara Arab tersebut.

Pengusaha keturunan Israel-Amerika Serikat, Haim Saban yang juga merupakan pendukung Partai Demokrat terdaftar dalam kelompok tersebut. Meski demikian ia menanggalkan atribut ke-partaiannya.

Kesepakatan damai antara empat negara Arab dengan Israel –yang dikenal dengan Perjanjian Abraham itu, mendapat tentangan keras dari pihak Palestina. Perjanjian Abraham dinilai melanggar janji negara-negara Arab untuk tidak berdamai dengan Israel hingga negara tersebut angkat kaki dari tanah yang diduduki.

Sebagai catatan, Uni Emirat Arab (UEA) berhasil mencapai kesepakatan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel pada Kamis, 13 Agustus 2020. Perjanjian damai antara UEA dan Israel tersebut berhasil dicapai dengan Presiden AS, Donald Trump, sebagai penengahnya. Kesepakatan itu dikukuhkan pada Selasa, 15 September, ketika Menteri Luar Negeri UEA dan Bahrain, serta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di Gedung Putih, Washington, untuk menandatangani draf perjanjian damai bilateral dan ‘Abraham Accords’ dengan AS sebagai pengamat.

Sementara Bahrain, melalui Menteri Informasi Bahrain, Ali al-Rumaihi, mengatakan, kesepakatan dengan Israel adalah langkah historis dan penting untuk membangun untuk membangun perdamaian di kawasan Timur Tengah. Menurut al-Rumaihi, seperti diberitakan Bahrain News Agency, Ahad (13/9), kesepakatan itu merupakan langkah realistis untuk membantu mengakhiri konflik Palestina dan Israel berdasarkan Prakarsa Perdamaian Arab.

Adapun Sudan mengawali proses normalisasi dengan Israel dalam sebuah deklarasi bersama pada Jumat, 23 Oktober. Beberapa pejabat Sudan mengatakan, pihaknya sulit menolak tawaran yang diajukan AS agar Sudan menjalin hubungan dengan Israel. Sebagai ‘imbalan’ atas kesepakatan itu, dilansir laman BBC, Sabtu (24/10),

Trump akan menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme AS, membuka blokir bantuan ekonomi dan investasi. Sudan masuk ke dalam teroris AS sejak 1993, dengan tuduhan Presiden Omar Al-Bashir mendukung Al-Qaeda dan menampung Osama bin Laden.

Terakhir adalah Maroko yang akhirnya sepakat menormalisasi hubungan diplomatik secara penuh dengan dimediasi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Kamis, 10 Desember 2020. Pengumuman itu disampaikan Trump melalui akun Twitternya.

Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, Trump menyebut bahwa Gedung Putih mengakui kedaulatan Maroko atas seluruh wilayah Sahara Barat—sebuah teritori di bagian barat laut Afrika yang disengketakan selama puluhan tahun oleh Maroko dan Front Polisario didukung Aljazair yang ingin mendirikan negara merdeka di wilayah itu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Tegaskan Komitmen Jaga Stabilitas Jelang Pergantian Tahun

JAKARTA - Menjelang Tahun Baru 2025, pemerintah memastikan berbagai langkah strategis telah disiapkan untuk menjamin keamanan, kenyamanan, dan stabilitas...
- Advertisement -

Baca berita yang ini