MATA INDONESIA, JAKARTA – Penyebutan Kelompok Separatis Papua sebagai organisasi atau individu teroris dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Hal ini diungkapkan Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardhani. Ia berharap masyarakat tidak perlu khawatir terhadap labelisasi tersebut.
Menurut Jaleswari pada 29 April 2021, Menteri Koordinator (Menko) bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyatakan pemerintah telah menyebut KSP di Papua sebagai organisasi/individu teroris seperti yang didefinisikan dalam Undang-Undang (UU) No 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. ”Penyebutan KSP sebagai organisasi/individu teroris diambil dengan pertimbangan yang matang, dengan memperhatikan masukan dan analisis dari berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar pemerintah, berdasarkan fakta-fakta tindakan kekerasan secara brutal dan masif di Provinsi Papua selama beberapa waktu terakhir yang menyasar masyarakat sipil, (termasuk pelajar, guru, tokoh adat) dan aparat, yang dilakukan oleh KSP,” kata Jaleswari Pramodhawardhani dalam keterangan tertulisnya.
Secara beruntun KSP melakukan serangkaian kekerasan di wilayah Kabupaten Puncak sejak awal tahun ini.
Diantaranya, pembunuhan tukang ojek di Kampung Ilambet, Ilaga pada 9 Februari 2021. Pembacokan perempuan di Kampung Juguloma, Beoga, pada 18 Februari 2021, kontak tembak antara Paskhas dengan KKB di Bandara Amingganu pada 19 februari 2021 serta pembunuhan 2 orang guru SD dan SMP di Kampung Juguloma pada tanggal 8 dan 9 April 2021.
Kemudian, pembakaran helikopter milik PT. Arsa Air di Bandara Aminggaru, Ilaga pada tanggal 11 April 2021, pembakaran rumah Kepala Sekolah SMP dan anggota DPRD di Kampung Juguloma, Beoga pada 13 April 2021, pembunuhan tukang ojek di Kampung Eromaga, Distrik Omukia tanggal 14 April 2021 dan pembunuhan pelajar SMAN 1 Ilaga di Kampung Ulomi pada 15 April 2021.
Selanjutnya, pembakaran rumah Kepala Suku dan guru di Kampung Dambet, Beoga pada 17 April 2021, dan yang terakhir penembakan Kabinda Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha di Kampung Dambet, Beoga pada tanggal 25 April 2021.
Selain itu, menurut Jaleswari, berdasarkan data dari Gugus Tugas Papua PPKK Fisipol UGM juga menyebutkan selama 10 tahun terakhir sejak 2010 sampai 2020, pelaku kekerasan di Papua adalah KKB (118 kasus), dibandingkan oleh TNI (15 kasus) dan Polri (13 kasus).
Berdasarkan hasil riset yang sama, mereka yang menjadi korban meninggal dari tindak kekerasan yang terjadi (total 356 orang) adalah masyarakat sipil serta TNI dan Polri (sebanyak 93 persen), sisanya (sebanyak 7 persen) adalah anggota KSP.
“Penyebutan organisasi/individu teroris di Provinsi Papua ini secara limitatif hanya dilekatkan pada organisasi atau orang yang melakukan perbuatan serta motif sebagaimana didefinisikan dalam UU No. 5 Tahun 2018, antara lain perbuatan kekerasan, menimbulkan terror, perusakan fasilitas publik, dan dilakukan dengan motif politik dan gangguan keamanan,” ujarnya.
Penyebutan KSP sebagai organisasi/individu teroris ini, menurut Jaleswari, juga dimaksudkan untuk mengefektifkan tindakan penegakan hukum oleh pemerintah guna memastikan seluruh instrumen penegakan hukum yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 2018 dapat dimaksimalkan.
Ia mengharapkan masyarakat turut bekerja bersama dalam melakukan pemantauan agar kegiatan penegakan hukum sejalan dengan prinsip-prinsip hukum dan HAM, sehingga harapan menciptakan Provinsi Papua yang damai dan sejahtera bisa terwujud.
Pemerintah sedang menyiapkan kerangka operasi yang komprehensif, yang memperhatikan secara ketat prinsip-prinsip HAM. Kepentingan yang utama adalah memulihkan keamanan dan menghentikan teror yang meningkat dan berlanjut di masyarakat akhir-akhir ini.