Judi online merupakan salah satu bentuk kejahatan siber yang mengancam stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat perputaran uang dari judi online sepanjang 2023 sudah mencapai Rp237 Triliun, artinya hampir 10 persen dari APBN 2024 yang sebesar Rp3.325,1 Triliun. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi permasalahan judi online ini namun memang tidak mudah dilakukan. Judi online seringkali sulit untuk dilacak karena sifatnya yang anonim dan lintas batas.
Judi online bukanlah fenomena baru di Indonesia. Perkembangan teknologi khususnya internet telah memberikan wadah bagi para pelaku judi untuk melakukan kegiatan perjudiannya dengan lebih mudah tanpa takut terdeteksi secara langsung. Maka dari itu, diperlukan strategi yang efektif serta sinergitas dari berbagai pihak untuk memberantas judi online di Indonesia.
Diharapkan pelaku judi online bisa menyadari akan bahaya dan dampak negatif yang ditimbulkan akibat praktik judi online tersebut mulai dair kehilangan harta benda, perpecahan keluarga, hingga meningkatkan tindak kriminalitas dan kekerasan yang terjadi di masyarakat.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah melakukan berbagai langkah, salah satunya yaitu pemblokiran situs judi online. Namun, pemblokiran tersebut dinilai tidak cukup efektif karena akan muncul situs judi online yang baru dengan kemampuan yang lebih baik.
Ahli Keamanan Siber, Agus Surono mengatakan pentingnya peningkatan kemampuan teknologi domestik untuk mendeteksi dan memutus akses ke situs-situs judi dengan lebih efisien. Menurutnya, penegakan hukum menjadi faktor utama dalam pemberantasan judi online. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah memberikan kerangka hukum yang cukup untuk menindak pelanggaran terkait judi online.
Kemudian, langkah yang dilakukan Pemerintah dengan membentuk Satgas Judi Online dinilai sudah tepat dalam mempercepat pemberantasan perjudian tersebut. Satgas Judi Online akan melakukan tiga operasi hukum guna menangani kasus judi online di masyarakat. Ketiga jenis operasi tersebut adalah pembekuan rekening, penindakan jual-beli rekening, dan penindakan terhadap transaksi game online melalui top up di minimarket. Sementara, dalam konteks pemblokiran aliran dana judi online, hingga Maret 2024 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memblokir sekitar 5.000 rekening yang digunakan untuk kegiatan transaksi judi online.
Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSRec), Dr. Pratama Pershada mengatakan perlunya penegakan hukum yang maksimal dalam upaya pemberantasan judi online yang efektif. Langkah-langkah penegakan hukum yang baik, harus bisa membuat jera para bandar, agen, bahkan pelaku kegiatan judi online. Dr. Pratama menambahkan bahwa dengan melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap praktik judi online termasuk melacak jejak digital dan aktivitas para pelaku dinilai dapat mempercepat pemberantasan judi online.
Menurutnya, hal tersebut penting dilakukan untuk mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk proses hukum selanjutnya. Setelah bukti yang kuat telah terkumpul, Lembaga penegak hukum perlu melakukan penindakan tegas terhadap bandar, agen, dan pelaku judi online. Proses hukum pun harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan memberikan hukuman yang sesuai dengan pelanggaran.
Selain itu, Dr. Pratama Pershada mengatakan bahwa pentingnya kerja sama antara Pemerintah dan provider layanan internet untuk melakukan pemblokiran terhadap link permainan judi online, bukan hanya memblokir situs-situs judi online ilegal saja. Langkah tersebut dinilai dapat membantu mengurangi akses masyarakat terhadap situs judi online yang merugikan.
Kerja sama antara lembaga penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat sangat penting dilakukan dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari perjudian online. Penting juga untuk dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya dan konsekuensi dari kegiatan judi online.
Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, maka diharapkan dapat mengurangi minat dan partisipasi dalam praktik judi online. Kemudian, dengan melibatkan ahli keamanan siber dalam pemberantasan judi online juga merupakan langkah penting yang dapat meningkatkan efektivitas dalam menghadapi tantangan cybercrime.
Sedangkan, Vice President Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Indonesia Chapter, Budi Santoso mengatakan bahwa perjudian online telah menjadi fenomena yang meresahkan karena mengancam stabilitas sosial dan merusak moral bangsa. Untuk mengatasi permasalahan judi online, menurutnya dibutuhkan pendekatan ataupun strategi yang komprehensif dan berkelanjutan, salah satunya yaitu melakukan penegakan hukum yang tegas.
Penegakan hukum tanpa pandang bulu merupakan langkah pertama dalam memberantas judi online. Pemerintah harus memperkuat kerja sama dengan aparat penegak hukum dan lembaga terkait untuk menindak tegas para pelaku dan penyedia layanan judi online.
Pertama, penting adanya penguatan Undang-Undang (UU), seperti revisi dan pengetatan UU terkait perjudian khususnya judi online untuk memberikan sanksi yang lebih berat bagi para pelanggar. Kedua, meningkatkan kerja sama internasional mengingat banyak situs judi online berbasis di luar negeri. Kerja sama internasional diperlukan untuk menutup situs-situs tersebut dan menangkap pelaku di luar yurisdiksi Indonesia.
Kolaborasi dan koordinasi yang baik di antara semua pihak sangat penting untuk memastikan bahwa upaya pemberantasan judi online berjalan dengan efektif, misalnya dengan penguatan regulasi, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, edukasi masyarakat, serta pemanfaatan teknologi. Dengan menjalankan langkah-langkah tersebut diharapkan masyarakat memiliki pola pikir dan pola tindak yang sama akan dampak buruk dari praktik judi online sehingga bangsa Indonesia dapat mencapai kehidupan yang lebih sehat, sejahtera, dan bermartabat.