MATA INDONESIA, JAKARTA – Pengamat politik dari Magnum Opus Research and Political Consulting, Iman Soleh, menilai pernyataan Amien Rais soal bakal adanya skenario amandemen UUD 1945 terkait masa jabatan presiden menjadi tiga periode, adalah hal yang tidak mudah.
Ia menjelaskan, sebenarnya Presiden Joko Widodo sudah menegaskan, bahwa ia menolak untuk jabatan tiga periode dan sama sekali tidak berminat.
Namun, ada sekelompok orang yang punya kepentingan ingin melanggengkan kekuasaan Jokowi, dan melihat peluang melalui amandemen UU, terutama pasal terkait masa jabatan presiden.
“Tetapi juga ada yang membuat kesempatan ini untuk memojokkan Jokowi,” kata Iman kepada Mata Indonesia News, belum lama ini.
Iman membenarkan, bahwa dalam politik apapun bisa saja terjadi, termasuk mengamandemen UU terkait masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Hanya saja, mekanisme di MPR meski memungkinkan semua partai berada di garis dukungan atau pro ke Jokowi, lalu melakukan sidang umum untuk mengamandemen UU, maka akan memunculkan masalah baru yang lebih rumit.
“Permasalahannya, Jokowi akan berhadapan dengan publik, yang selama ini merasa bahwa pemilihan secara langsung adalah alternatif yang paling baik dalam mekanisme demokrasi di Indonesia,” ujar Iman.
Lebih lanjut, Iman tidak menyoal jika Amien Rais mengatakan bahwa kemungkinan akan ada skenario mengubah pasal-pasal masa jabatan presiden. Namun, secara tegas ia berkata, hal itu tidak mudah.
“Karena kalaulah itu disetujui semua fraksi di MPR, belum tentu disetujui oleh masyarakat,” kata Iman.
Bagaimana isu amandemen ini muncul?
Iman menjelaskan, bahwa semangat amandemen kelima sekarang ini muncul dari gagasan teman-teman di DPR/MPR, untuk menghadirkan kembali arah kebijakan negara, yang dulu dikenal dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Gagasan ini akan mengarahkan kebijakan baru, untuk membuat arah pembangunan jadi lebih terprogram. Salah satunya agar program pemerintah pusat dan daerah saling berkorelasi.
“MPR kemudian berinisiatif memunculkan arah kebijakan negara,” kata Iman Soleh.
Namun, ada masalahnya, yakni siapa yang akan membuat GBHN? Maka dari itu, muncul gagasan mengamandemen UU dan mengembalikan MPR sebagai lembaga tinggi negara.
Hanya saja, gagasan ini kemudian dimasuki oleh para penumpang gelap yang juga menawarkan ide amandemen soal masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
“Dari situ awalnya muncul ide amandemen. Namun muncul penumpang-penumpang gelap yang menginginkan, jika amandemen itu bisa dilakukan, artinya tidak hanya pasal tentang MPR saja yang bisa diamandemen, tapi juga pasal-pasal masa jabatan presiden,” ujar Iman.
Apa yang harus dilakukan masyarakat, di tengah wacana yang dilontarkan Amien Rais untuk menyudutkan Jokowi ini?
Iman meminta masyarakat agar tidak terpengaruh isu bahwa mengubah amandemen adalah hal yang mudah untuk melanggengkan kekuasaan.
“Mengamandemen sebuah konstitusi atau UUD adalah sebuah proses yang sulit dan panjang. Jadi tidak bisa sekarang mau amandemen, besok selesai. Ada rangkaian proses yang sedemikian rupa, yang mengumpukan sekian banyak orang di dalam mekanisme MPR, lalu kemudian ada juga mekanisme partai politik, dan suara-suara suprapolitik yang mengiringi masalah itu,” kata Iman.
Jadi, Iman mengingatkan bahwa apa yang sudah disampaikan Jokowi terkait persoalan ini, adalah hal yang harus masyarakat percayai.
“Solusinya adalah, pernyataan Jokowi bahwa ia tegak lurus terhadap konstitusi, harus diyakini oleh masyarakat sebagai sebuah statement, bahwa UU tentang masa jabatan presiden dua kali itu adalah yang paling cocok yang bisa kita lakukan,” ujar Iman.