MATA INDONESIA, JAKARTA-Panas bumi berpotensi menjadi andalan dalam transisi energi dari energi fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT). Saat ini negara tengah mendorong panas bumi sebagai tulang punggung (backbone) energi nasional.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan Indonesia tergolong lebih agresif dibanding negara lain untuk pengembangan panas bumi.
Saat ini kapasitas PLTP nasional mencapai 2.175 MW dan baru ada tambahan dari PLTP Sorik Marapi. Ada beberapa tantangan dalam pengembangan panas bumi, yakni terkait lingkungan, dan status kawasan hutan.
“Tantangan sampai kapanpun akan ada, dinamika masyarakat juga semakin kuat, tapi dengan sinergi berbagai pihak dapat dikelola dengan baik tantangan tersebut,” katanya.
Pemerintah, lanjut dia, mendukung pengembangan panas bumi dengan berbagai insentif yang dimungkinkan. Tarif yang sekarang sedang disusun pemerintah, khususnya dalam bentuk Peraturan Presiden.
“Kami pastikan balik modalnya cepat, tapi juga memaksimalkan kemampuan negara, sehingga angka tidak stay di angka yang tinggi. Sedang dipikir, saya ingin seperti yang di migas, ada komitmen untuk menambah cadangan,” katanya.
Panas bumi dinilai banyak kemiripan dengan migas, sehingga cadangan semakin bertambah. Eksplorasi yang dilakukan pemerintah sedang berjalan, di Nage dan Cisolok.
Ini diharapkan bisa memberikan penyesuaian dari sisi harga. Kalau ini dilakukan pemerintah, kan sampai sekarang tidak ada bank yang mau memberikan pendanaan karena resikonya tinggi.
“Harga panas bumi, saat ini sedang saya lunakkan. Saya akan dorong panas bumi yang layak secara keekonomiannya, sehingga bisa memanfaatkan panas bumi itu sebagai baseload. Keekonomiannya win win dari sisi konsumen dan produsen,” katanya.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma, mengatakan eksplorasi panas bumi penuh risiko, menjadi tantangan utama dalam alur bisnis pengembangan PLTP. Risiko panas bumi memang lebih rendah dari minyak bumi, tapi penuh risiko.
Menurut Surya, pengembangan panas bumi itu tidak bisa dilakukan sendiri, perlu melibatkan berbagai pihak, pelaku usaha, pemerintah, dan investor. “Kalau menjadi backbone, harus pelan-pelan dinaikkan kapasitasnya. Karena menjadi andalan,” katanya.