MATA INDONESIA, DEPOK – Sekelompok jamaah yang dipimpin Zaim Saidi menggerakan sebuah pasar muamalah di Jalan M. Ali Raya, Tanah Baru, Depok. Pasar ini tidak boleh disewakan sehingga penjualnya tidak membayar uang sewa.
Menurut Zaim, sebuah pasar merupakan wakaf yang tidak boleh dimiliki pribadi. Pasar juga tidak boleh disewakan antara pedagang dan ditarik biaya sewa, pajak maupun riba.
Menariknya, pasar muamalah juga tidak menggunakan Rupiah sebagai alat tukar melainkan Dirham. Mata uang ini merupakan uang dari perak dan emas berbentuk koin dan sudah digunakan sejak zaman Rasul.
Selain berada di Depok, pasar muamalah serupa juga terdapat di Tanjung Pinang, Bintan, Kepualauan Riau. Pasar bernama Pasar Sultan tersebut diadakan selama sepekan sekali pada Sabtu, sementara pasar muamalah di Tanjungpura, Ketapang, diadakan dua kali sepekan pada Jumat dan Minggu.
Meski terkesan memperlihatkan suasana layaknya pada zaman Rasul namun ternyata keberadaan pasar ini cukup menyita perhatian. Bahkan salah satu akun YouTube bernama Kanal Anak Bangsa membagikan sebuah opini bahwa dikhawatirkan terdapat indikasi infiltrasi ekonomi berbasis khilafah. Selain itu akun ini juga memuat tentang adanya ancaman terhadap ideologi Pancasila.
Pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta menilai bahwa memang keberadaan Pasar Muamalah dikhawatirkan menjadi media infiltrasi nilai-nilai yang berasal dari luar kehidupan masyarakat Indonesia. Penanganannya harus hati-hati sehingga jangan sampai memicu konflik dan gesekan.
“Jadi harus hati-hati dan sebaiknya kembali kepada prinsip penerapan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Stanislaus saat berbincang dengan Mata Indonesia News pada Rabu 27 Januari 2021.
Sebaiknya pergerakan Pasar Muamalah juga patut diwaspadai agar tidak menjadi sarang infiltrasi paham-paham radikal yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.