OPM Gunakan Dana Desa untuk Beli Senjata, Ancam Keamanan Masyarakat Sipil dan Semakin Hambat Pembangunan Papua

Baca Juga

Organisasi Papua Merdeka (OPM) menggunakan dana desa untuk membeli persenjataan. Dengan pembelian senjata tersebut, mereka mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat sipil dan jelas semakin menghambat upaya percepatan pembangunan di wilayah berjuluk Bumi Cenderawasih itu.

Penyelewenangan dana desa dari OPM memang patut menjadi pantauan oleh seluruh pihak dan hendaknya semua elemen patut waspada akan hal tersebut. Bukan tanpa alasan, pasalnya sudah sangat jelas apabila aktivitas itu terus terjadi, maka sangat mengancam keberlangsungan masa depan Tanah Papua sendiri.

Sejatinya, Pemerintah menggelontorkan sejumlah dana desa yang besarannya sebenarnya tidak sedikit untuk Papua, bertujuan agar terjadi percepatan pembangunan yang maksimal dan optimal di sana, yakni untuk mendukung penuh kebijakan otonomi khusus (Otsus) sehingga mendatangkan kesejahteraan kepada masyarakat setempat.

Namun, alih-alih dana desa itu bisa termanfaatkan dengan baik, justru OPM melakukan penyelewengan terhadapnya dan membelikan senjata dengan penggunaan dana desa yang justru mendatangkan dampak sangat buruk, yakni mengganggu seluruh proses pembangunan Bumi Cenderawasih.

Uang bantuan Pemerintah berupa dana desa itu dengan sengaja OPM selewengkan dengan cara melakukan pembelian senjata di pasar gelap. Padahal, sudah sejak tahun 2015 silam, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memperkenalkan program ‘Dana Desa’.

Jelas bahwa tidak ada tempat di Indonesia ini yang jauh lebih menantang ketimbang skema pengawasan penyaluran program di wilayah dengan dataran tinggi dan terpelosok atau terpencil seperti halnya di Papua.

Terdapat hal yang turut menjadi catatan, yakni ternyata Dana Desa dari Pemerintah merupakan sumber pendapatan utama bagi wilayah yang terletak paling Timur di Tanah Air tersebut.

Terlebih, di wilayah berjuluk Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi itu juga terdapat OPM yang menuntut agar terwujud pemisahan daerah dari NKRI dengan cara melaksanakan sejumlah aksi teror yang keji dan biadab termasuk pembetontakan yang belakangan ini terus masif terjadi sejalan dengan adanya lonjakan penjualan senjata di wilayah itu.

Data menunjukkan bahwa pada tahun 2015 silam, hanya ada 1 kasus perdagangan senjata dan amunisi secara ilegal di Papua, namun angka tersebut semakin hari kian melonjak, bahkan pada tahun 2021 kasus perdagangan senjata langsung meroket menjadi 14.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah (Kabid Humas Polda) Papua, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Ignatius Benny Ady Prabowo mengaku sangat prohatin karena justru Dana Desa dari Pemerintah yang hendaknya bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat malah justru menjadi sumber pendanaan bagi aktivitas pembelian senjata ilegal oleh OPM.

Senada, Kepala Operasi (Kaops) Damai Cartenz 2024, Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol) Faizal Ramadhani mengatakan bahwa sekitar 40 persen kasus senjata ilegal ternyata melibatkan dana dari program Dana Desa.

Padahal sebenarnya Pemerintah merancang pengalokasian Dana Desa itu demi memacu pertumbuhan ekonomi di Tanah Papua, sehingga peningkatan akan dana tersebut terus terjadi hingga sebanyak 3 kali lipat sejak tahun 2015.

Akan tetapi sungguh sangat miris apabila ternyata penggunaan Dana Desa justru OPM selewengkan dan mereka gunakan untuk melakukan transaksi pembelian senjata api ilegal. Meningkatkan kepemilikan senpi pada gerombolan separatis musuh negara itu juga terlihat dengan sangat jelas dalam beberapa foto terbaru yang mereka rilis bersamaan dengan ancaman-ancaman kepada masyarakat sipil.

Di dataran tinggi Papua, Dana Desa bahkan mereka perlakukan seperti ‘pajak revolusioner’ yang OPM sita baik itu melalui cara intimidasi dan juga paksaan. Bahkan sebagai contoh, terdapat kasus terbaru yang belakangan terjadi, yakni peristiwa pembakaran sekolah di Pegunungan Bintang.

Setelah aparat keamanan melakukan penyelidikan lebih jauh, ternyata kasus pembakaran gedung sekolah itu terjadi karena Organisasi Papua Merdeka tidak kebagian Dana Desa. Sehingga mereka mengamuk dengan melancarkan aksi keji dan biadab dengan membakar bagunan gedung sekolah satu atap SD, SMP dan SMA di Kampung Borban, Distrik Okbab.

Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kapendam), Letnan Kolonel Infanteri (Letkol Inf) Candra Kurniawan menyebutkan bahwa aksi teror sangat tidak manusiawi yang OPM lakukan itu sangat disayangkan oleh seluruh warga sekitar karena sekolah yang mereka bakar adalah merupakan tempat bagi anak-anak penerus generasi bangsa asal Bumi Cenderawasih untuk memperoleh pembelajaran demi masa depan mereka.

Tidak mengherankan mengapa kemudian seluruh masyarakat memberikan kecaman keras atas aksi pembakaran gedung sekolah oleh gerombolan teroris musuh negara itu. Mereka dengan sengaja melakukan hal demikian supaya anak muda Papua tidak memiliki masa depan yang baik.

Penyebabnya ternyata adalah karena mereka tidak kebagian Dana Desa, karena selama ini ternyata penyelewengan Dana Desa oleh OPM yang mereka gunakan untuk pendanaan melakukan transaksi pembelian senjata api (senpi) ilegal untuk mengancam seluruh masyarakat sipil dan semakin menghambat pembangunan Papua.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Hilirisasi Buka Lapangan Pekerjaan dan Arah Ekonomi

Oleh: Winna Nartya *) Dalam perdebatan publik, hilirisasi kerap direduksi menjadi larangan ekspor bahan mentahatau pembangunan smelter. Padahal, substansi kebijakan ini jauh melampaui industri berat. Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menekankan bahwa hilirisasiadalah soal penciptaan nilai tambah yang berkelanjutan, kemandirian ekonomi, danpembukaan lapangan kerja, serta penentuan arah masa depan bangsa. Ia melihat, daripengalamannya di dunia usaha dan kini di ranah kebijakan, bahwa hilirisasi hanya akanbertahan bila ekosistem investasinya sehat dan ada keberpihakan pada pelaku lokal. Karenaitu, ia menilai sekadar mendirikan pabrik tidak cukup; pertanyaan kuncinya adalah siapa yang menikmati nilai tambahnya dan bagaimana rantai pasoknya melibatkan anak bangsa secaraaktif. Dalam pandangannya, hilirisasi mesti membuka pekerjaan lokal, mengikutsertakan UKM, dan menaikkan kelas pengusaha Indonesia melalui kemitraan yang nyata. Di ranah kebijakan, Sona Maesana menjelaskan pemerintah mendorong integrasi antarapelaku lokal dan asing, memberi insentif bagi investor yang membina industri lokal, sertamenata regulasi yang transparan agar tumpang tindih perizinan berkurang. Ia juga menilaikecepatan dan kepastian perizinan lebih penting daripada angka komitmen investasi di ataskertas, karena tanpa eksekusi yang jelas, angka hanyalah janji. Sebagai jembatan antarabahasa investor dan bahasa pemerintah, ia mendorong cara pandang baru: bukan sekadar“menjual proyek”, melainkan menumbuhkan kepercayaan jangka panjang. Ia pun mengingatkan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada mineral dan logam; sektor digital, pertanian, farmasi, hingga ekonomi kreatif perlu masuk orbit hilirisasi melalui keterhubunganstartup kesehatan dengan BUMN farmasi, petani dengan pembeli industri lewat platform lokal, serta skema yang mengkomersialisasikan inovasi kampus.  Di tingkat kelembagaan, peta jalan hilirisasi diperkuat oleh kolaborasi antarpemerintah, industri, dan kampus. Himpunan Kawasan Industri (HKI) menandatangani nota kesepahamandengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan perwujudan AstaCita untuk mendorong kemandirian ekonomi, memperkuat keberlanjutan, dan mempercepatinovasi teknologi sebagai pilar pertumbuhan. Ia menegaskan peran HKI sebagai penghubungsektor industri, pendidikan, dan pemerintah untuk melahirkan daya saing berbasispengetahuan dan inovasi. Ruang lingkupnya meliputi penyelarasan kurikulum dengankebutuhan industri, kolaborasi riset untuk mempercepat hilirisasi dan menarik investasi, sertapeningkatan daya saing melalui pembentukan SDM industri yang unggul. Contoh konkret hilirisasi yang langsung menyentuh pasar tenaga kerja tampak di Aceh. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, menyerukan penghentianekspor karet mentah karena pabrik pengolahan di Aceh Barat, yaitu PT Potensi Bumi Sakti, siap beroperasi menampung seluruh produksi lokal. Ia menilai pengolahan di dalam daerahpenting untuk mendorong hilirisasi, membuka lapangan kerja, dan menaikkan kesejahteraan. Pabrik yang berdiri di lahan 25 hektare itu memiliki kemampuan mengolah 2.500 ton karetkering per bulan, dan pemerintah daerah menilai stabilitas serta keamanan investasi harusdijaga agar manfaatnya langsung dirasakan rakyat Aceh. Di klaster pangan–petrokimia, hilirisasi juga dikuatkan melalui kemitraan strategis. DirekturUtama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa perusahaanmemperluas kerja sama dengan Petronas Chemicals Group Berhad untuk memperkuatketahanan pangan regional sekaligus mendorong hilirisasi pupuk dan petrokimia di Indonesia. Kolaborasi ini mencakup penjajakan sinergi pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, serta penguatan tata kelola Kesehatan, Keselamatan, danLingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE).  Jika ditautkan, tiga simpul di atas, yakni kebijakan investasi yang berpihak pada pelaku lokal, penguatan link–match kampus–industri, dan proyek pengolahan komoditas serta petrokimia, menggambarkan logika hilirisasi yang lengkap. Lapangan kerja tidak hanya muncul di pabrikutama, melainkan juga pada efek pengganda: logistik bahan baku, jasa pemeliharaan mesin, kemasan, transportasi, layanan digital rantai pasok, hingga jasa keuangan dan asuransi. Dengan kurikulum yang diselaraskan, talenta lokal tidak sekadar menjadi tenaga operasional, melainkan juga teknisi, analis proses, dan manajer rantai pasok....
- Advertisement -

Baca berita yang ini