Narkoba dan Migrasi Afghanistan Menimbulkan Ancaman Bagi Rusia

Baca Juga

MATA INDONESIA, MOSKOW –  Presiden Rusia, Vladimir Putin melayangkan kritik terhadap Amerika Serikat (AS) dan sekutunya karena meninggalkan Afghanistan. Putin menilai penarikan tentara itu berpotensi menimbulkan masalah bagi Moskow dan sekutunya.

“Ada bahaya bahwa teroris dan berbagai kelompok yang mencari perlindungan di Afghanistan akan menggunakan kekacauan yang ditinggalkan oleh rekan-rekan Barat kami dan mencoba untuk meluncurkan ekspansi ke negara-negara tetangga,” tutur Putin.

“Itu akan menjadi ancaman langsung bagi negara kita dan sekutunya,” tambahnya, melansir Newsweek, Rabu (25/8/2021).

Putin mencatat bahwa Rusia saat masih menjadi Soviet telah terlibat dalam perang 10 tahun di Afghanistan. Perang tersebut berakhir ketika pasukan Soviet ditarik keluar dari negara itu tahun 1989.

Ia menambahkan bahwa Moskow telah belajar dari konflik panjang tersebut. Rusia tidak akan ikut campur terkait hal apa pun di Afghanistan. “Kami telah mempelajari pelajaran yang diperlukan,” tegas Putin.

“Kami tidak berniat mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan dan terlebih lagi, membiarkan pasukan militer kami ditarik ke dalam konflik semua lawan semua,” sambungnya.

Sementara kelompok gerilyawan dapat menggunakan gejolak itu untuk mengacaukan negara-negara bekas Soviet di Asia Tengah. Putin juga mengatakan bahwa kemungkinan peningkatan perdagangan narkoba dan masalah yang berkaitan dengan migrasi dapat menimbulkan ancaman bagi Rusia.

Nama Afghanistan terlanjur lekat sebagai negara pemasok opium ilegal terbesar di dunia. Berdasarkan data yang terkumpul, potensi produksi opium di Afghanistan diperkirakan mencapai 6.300 ton.

Sebagai catatan, opium adalah getah bahan baku narkotika yang diperoleh dari buah candu (Papaver somniferum L. atau P. paeoniflorum) yang belum matang. Setelah disuling, getah ini menjadi bahan baku berbagai narkoba, salah satu yang populer ialah heroin.

Opium biasanya ditanam di pegunungan kawasan subtropis. Di samping dampak buruknya, bunga opium atau bunga popi yang sedang mekar berwarna kemerahan dan indah dipandang.

Mengutip data Survei Opium Afghanistan 2020 dari Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC), total area budidaya opium di Afghanistan mencapai 224 ribu hektare tahun 2020 – mengalami peningkatan sebesar 37 persen atau 61 ribu hektare dibandingkan dengan 2019.

Bisa dibilang, hampir seluruh provinsi utama di negara yang dikuasai Taliban itu memiliki ladang opium. Wilayah barat daya tetap menjadi wilayah penghasil opium utama negara itu, yang menyumbang 71 persen dari total produksi opium di Afghanistan.

Sementara jumlah provinsi bebas opium di negara tersebut menurun dari 13 menjadi 12 provinsi tahun 2020, dengan Provinsi Kapisa di timur laut kehilangan status bebas opium.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini