Jakarta – Paus Fransiskus resmi memimpin misa akbar di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) (5/9), dihadiri oleh puluhan ribu umat Katolik dari berbagai daerah di Indonesia. Paus Fransiskus menyampaikan homili yang menginspirasi saat misa agung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, di hadapan sekitar puluhan ribu umat Katolik.
Dalam kesempatan ini, beliau menekankan pentingnya tidak mudah menyerah dan selalu percaya bahwa ada kesempatan untuk bangkit setelah mengalami kegagalan.
Paus Fransiskus mengingatkan umat untuk terus menebarkan jala demi merawat keberagaman dan kerukunan dalam masyarakat Indonesia.
“Perjumpaan dengan Yesus mengundang kita untuk menghidupi dua sikap mendasar: mendengarkan sabda dan menghidupi sabda,” dalam homilinya.
Beliau menjelaskan bahwa mendengarkan sabda adalah langkah awal, yang harus diikuti dengan penghidupan sabda dalam kehidupan sehari-hari.
“Sabda yang dianugerahkan butuh untuk menjadi kehidupan untuk mengubah kehidupan,” tambahnya.
Berikut isi lengkap homili Paus Fransiskus di Stadion Utama GBK, berdasarkan versi terjemahan bahasa Indonesia:
Perjumpaan dengan Yesus mengundang kita untuk menghidupi dua sikap mendasar yang memampukan kita menjadi murid-murid-Nya: yaitu mendengarkan sabda dan menghidupi sabda.
Pertama, mendengar sabda, karena semua hal berasal dari mendengarkan, dari membuka diri kita kepada-Nya, dari menyambut anugerah berharga dari persahabatan dengan-Nya.
Lalu, penting untuk menghidupi sabda yang telah kita terima, bukan sekadar menjadi pendengar yang sia-sia dan menipu diri kita sendiri (Yak 1:22); untuk tidak mengambil risiko sekadar mendengar dengan telinga tanpa membuat sabda itu masuk ke dalam hati dan mengubah cara pikir kita, cara merasa, dan bertindak.
Sabda yang dianugerahkan, dan yang kita dengar, butuh untuk menjadi kehidupan untuk mengubah kehidupan, untuk berinkarnasi di dalam hidup kita. Kedua sikap dasar inilah: mendengar sabda dan menghidupi sabda yang dapat kita renungkan dalam Injil Injil yang baru saja diwartakan.
Pertama, mendengarkan sabda. Penginjil bercerita bahwa banyak orang mengerumuni Yesus dan “hendak mendengarkan sabda Allah” (Luk 5:1).
Mereka mencari Dia, mereka lapar dan haus akan sabda Tuhan dan mereka mendengarnya bergema dalam sabda Yesus. Nah, adegan ini, yang diulang berkali-kali dalam Injil, memberitahu kita bahwa hati manusia selalu mencari kebenaran yang dapat memenuhi dan memuaskan hasratnya akan kebahagiaan; yang tidak dapat memuaskan kita hanya oleh sabda manusia, oleh kriteria-kriteria dunia ini dan oleh penilaian-penilaian duniawi.
Kita selalu membutuhkan sebuah terang yang datang dari atas untuk menyinari langkah-langkah kita; akan air kehidupan yang memuaskan dahaga padang gurun jiwa, akan sebuah penghiburan yang tidak mengecewakan karena ia berasal dari surga dan bukan dari hal-hal fana dunia ini.
Di tengah kekacauan dan kefanaan kata-kata manusia, ada kebutuhan akan sabda Allah, satu-satunya kompas bagi perjalanan kita, yang di tengah begitu banyaknya luka dan kehilangan, mampu menuntun kita menuju arti kehidupan sejati.
Saudara dan saudari, janganlah kita lupa hal ini: tugas pertama seorang murid bukanlah mengenakan jubah kerohanian yang sempurna secara luar, atau melakukan hal-hal luar biasa atau mengerjakan usaha-usaha besar.