Masyarakat di sejumlah wilayah di Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak. Seluruh elemen harus terus waspada dan mengantisipasi adanya kemungkinan potensi konflik yang terjadi, utamanya menjelang pelaksanaan Pilkada tahun 2024.
Kerukunan dan keutuhan adalah kunci dalam menciptakan suasana yang kondusif sebagai pengamalan nilai Pancasila dalam mewujudkan Pilkada yang jujur dan adil demi terbebas dari potensi konflik. Pasalnya, apabila masyarakat tidak berwaspada dan melakukan antisipasi sedini mungkin akan adanya kemungkinan potensi terjadinya konflik dalam gelaran Pilkada 2024 tersebut, maka bukan tidak mungkin ketidakstabilan daerah akan terjadi, sehingga menyebar pula pada ketidakstabilan negara.
Stabilitas dan kondusivitas daerah bahkan hingga tingkat nasional sangat penting karena tanpa itu, akan semakin membuat bangsa ini terhambat akan upayanya untuk mencapai kemajuan dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Oleh karenanya, menjadi sangat penting meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi potensi konflik menjelang Pilkada.
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah 2024 memiliki potensi untuk menimbulkan berbagai macam konflik sosial di tengah masyarakat. Sehingga berbagai pihak memiliki tugas dan tanggung jawab bersama untuk mencegah agar hal tersebut tidak sampai terjadi. Bahkan tidak hanya sekedar konflik sosial saja yang mungkin akan terjadi, melainkan beberapa persoalan lainnya bisa saja ikut muncul dalam Pilkada seperti isu netralitas aparatur sipil negara (ASN), penyalahgunaan program, anggaran daerah hingga bagaimana profesionalitas dari pihak penyelenggara Pemilu sendiri.
Direktur Politik Badan Intelijen dan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol) Yuda Gustawan mengatakan bahwa konflik sosial terjadi karena sejumlah pemicu seperti adanya isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
Lebih lanjut, konflik sosial juga bisa terjadi karena adanya politik identitas, kampanye, provokasi di media sosial, proses pemungutan dan penghitungan di TPS, proses pendaftaran dan penetapan paslon, penetapan pemenang dan pelantikan Kepala Daerah yang terpilih, hingga pemasangan dan penertiban APK atau baliho. Ada pula hal lain yang patut masyarakat waspadai dan antisipasi, yang mana berpotensi memunculkan konflik dalam Pilkada, yakni seperti kecurangan, propaganda, manipulasi, polarisasi dan adanya ketidakpuasan.
Sementara itu, Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI), Lolly Suhenty menilai bahwa seluruh tahapan dalam Pilkada memang rawan lantaran berpotensi terjadinya gesekan di masyarakat. Karena perhelatan tersebut menjadi ajang dari masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik bagi daerah mereka, maka potensi konflik yang timbul bukan hanya dari elite saja, melainkan juga pada konflik daerah.
Jangan sampai justru terus berkembang di tengah masyarakat adanya upaya kampanye yang menghasut dan memfitnah, termasuk juga mengadu domba partai politik, perseorangan dan atau kelompok masyarakat.
Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menganggap bahwa Pemilihan Kepala Daerah secara langsung memang kerap kali membuat hubungan antara gubernur dan bupati atau wali kota menjadi tidak akur hanya karena urusan politik. Padahal sebenarnya, saat ini adalah harusnya menjadi momentum terbaik bagi semua pihak untuk menyelesaikan pembangunan tanpa sedikit pun adanya hambatan politik. Namun yang banyak terjadi justru perbedaan partai politik para kepala daerah sering menimbulkan ketidakkompakan. Jika situasi tersebut terus berlangsung, jelas sangat menyebabkan pembangunan menjadi tidak optimal dan semakin merugikan seluruh masyarakat.
Menjadi sangat penting adanya sinergitas antara semua elemen masyarakat termasuk lembaga negara dalam mengawal seluruh proses pelaksanaan Pilkada sehingga potensi konflik tidak sampai terjadi di masyarakat. Dengan adanya sinergitas yang baik antar seluruh pihak, akan mewujudkan optimalisasi kewaspadaan dini terhadap situasi keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat (kamtibmas) yang baik.
Penekanan dalam penyelenggaraan Pilkada yang adil dan bercorak demokratis harus menjadi sebuah nilai yang terus dijunjung tinggi sebagai sebuah langkah untuk mendorong pencegahan konflik dan kekerasan yang terjadi selama proses pesta demokrasi tingkat daerah berlangsung.
Masyarakat harus tetap waspada terhadap gejala kerawanan sosial dan menyelesaikan semua konflik yang terjadi dengan kepala dingin. Apabila misalnya terdapat pihak yang menjumpai suatu isu dalam media sosial, maka hendaknya patut melakukan check dan re-check supaya tidak termakan oleh isu hoaks. Selain itu, masyarakat juga hendaknya tetap berpedoman pada aturan dan terus mengedepankan nilai toleransi dalam setiap tindakannya, utamanya ketika menjelang dan dalam pelaksanaan Pilkada.
Kewaspadaan sedini mungkin dari masyarakat atas adanya potensi konflik tersebut sangat berguna untuk mencegah dan meminimalisasi terjadinya kemungkinan hal yang tidak diinginkan. Terus menjaga kerukunan dan keutuhan adalah kunci dalam menciptakan suasana yang kondusif sebagai pengamalan nilai Pancasila dalam mewujudkan Pilkada yang jujur dan adil demi terbebas dari potensi konflik.
Antisipasi dan juga kewaspadaan sudah barang tentu menjadi kewajiban serta keharusan dari seluruh masyarakat supaya kemungkinan terjadinya potensi konflik jelang Pilkada tidak sampai terjadi.