MATA INDONESIA, JAKARTA-Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, angkat bicara terkait hukuman yang diberikan untuk Djoko Tjandra.
Menurutnya, hukuman yang diberikan untuk buron BLBI ini bisa jauh lebih lama dari putusan sebelumnya. Itu karena tingkahnya selama ini hingga pada akhirnya tertangkap oleh Polri pada Kamis 30 Juli 2020 malam lalu.
“Joko Tjandra tidak hanya harus menghuni penjara dua tahun,” tulis Ketua Mahkamah Konstitusi itu melalui akun twitter pribadinya di @mohmahfudmd, dikutip Sabtu 1 Agustus 2020.
Ia mengatakan karena tingkahnya, ada sejumlah dugaan pidana yang bisa dikenakan terhadap terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar itu.
“Antara lain, penggunaan surat palsu dan penyuapan kepada pejabat yang melindunginya. Pejabat-pejabat yang melindunginya pun harus siap dipidanakan. Kita harus kawal ini,” kata Mahfud.
Tak hanya itu, Mahfud menjelaskan penyuapan merupakan bagian dari tindakan korupsi. Dia menerangkan, korupsi mencakup tujuh jenis tindakan curang. Jadi, kata dia, jika Djoko Tjandra diduga menyuap, itu berarti ia diduga korupsi
Korupsi kata dia mencakup tujuh jenis tindak lancung, misalnya gratifikasi, penggelapan jabatan, mencuri uang negara dengan mark up atau mark down dana proyek, pemerasan, dan sebagainya.
“Jadi jika Djoko Tjandra itu diduga menyuap, artinya dia diduga korupsi,” katanya.
Kemarin, Mahfud menjelaskan, pemerintah tidak dapat ikut ambil urusan apabila Djoko Tjandra kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) ke pengadilan pascadirinya tertangkap. Dia mengatakan, yang harus dipelototi saat ini adalah proses peradilan di Mahkamah Agung (MA).
“Mungkin saja dalam waktu dekat Djoko Tjandra itu ajukan PK lagi ke pengadilan. Untuk itu, kalau dia sudah ajukan lagi, itu sudah bukan urusan pemerintah,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), PK Djoko Tjandra tidak dapat diterima. Di dalam hukum istilah tidak dapat diterima itu berbeda dengan ditolak. Tidak dapat diterima, kata dia, salah satunya berarti permohonan pemohon tidak memenuhi syarat administratif.
Diketahui, Djoko Tjandra, buron BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali sebesar Rp 546 miliar masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Kepala tim pemburu koruptor yang dijabat oleh Wakil Jaksa Agung, Darnomo, menyebutkan warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.
Sejak 2009, dia meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG.
Dalam kasusnya, Djoko oleh MA diputus bersalah dan harus dipenjara 2 tahun. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk Negara. Belakangan, diketahui sosok Djoko diduga lebih banyak berada di Singapura.