MATA INDONESIA, JAKARTA – Para pemimpin Asia Tenggara memulai KTT ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations) ke-37. Pertemuan puncak multilateral ini diharapkan dapat mengatasi ketegangan di Laut Cina Selatan dan rencana pemulihan ekonomi pasca-pandemi virus corona di kawasan tersebut.
ASEAN sejauh ini belum “terseret ke dalam pusaran” persaingan dan tantangan terhadap sistem multilateral internasional, demikian dikatakan Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Xuan Puc dalam pidato pembukaannya pada KTT ASEAN ke-37 di Hanoi.
“Tiga perempat abad telah berlalu sejak akhir Perang Dunia Kedua. Perdamaian dan keamanan dunia, bagaimanapun, belum benar-benar berkelanjutan,” kata Phuc, melansir Reuters, Jumat, 13 November 2020.
“Tahun ini, mereka secara khusus berada di bawah ancaman yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya risiko yang timbul dari perilaku negara yang tidak dapat diprediksi, persaingan, dan friksi kekuatan utama,” sambungnya pada KTT virtual yang juga mencakup pertemuan antara ASEAN dan Cina, India, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Amerika.
Agenda puncak KTT ASEAN adalah ketegangan di Laut Cina Selatan, di mana Beijing mengklaim territorial di jalur perairan yang disengketakan. Sebagai catatan, Cina mengklaim sekitar 80% laut termasuk, sebagian besar Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Vietnam serta Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly. Klaim Cina juga tumpang tindih dengan ZEE milik Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, serta Filipina.
Perdana Menteri Cina, Li Keqiang telah berjanji Beijing akan terus bekerja sama dengan negara-negara di ASEAN di jalur pembangunan damai guna menegakkan perdamaian dan stabilitas di kawasan.