MATA INDONESIA, JAKARTA-Rencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako seharusnya menjadi pilihan terakhir karena sangat membebani rakyat kalangan bawah. Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KPRP) Said Abdullah.
“Mestinya PPN sembako jadi pilihan terakhir dari banyak opsi. Misalnya mengutamakan penerimaan PPN dari sektor lain yang selama ini belum masuk,” katanya.
Menurut dia, rencana mengenakan skema PPN sebagai sebuah niat untuk memperkuat penerimaan negara dari pajak adalah hal yang baik-baik saja, tapi yang perlu menjadi pengingat jangan sampai membuat situasi masyarakat makin susah terutama kelompok masyarakat kelas bawah.
Ia mengingatkan bahwa sembako yang dikonsumsi masyarakat sebagian bahan bakunya dihasilkan dari petani dalam negeri, sehingga pengenaan PPN bisa berdampak ke mereka.
“Bisa jadi dengan pengenaan skema PPN sembako di tingkat petani sebagai produsen bahan baku kena, di konsumen juga kena, dan tentu saja kita perlu ingat juga, petani dan kelompok produsen pangan skala kecil di pedesaan juga adalah net consumer,” katanya.
Apalagi, ujar Said, petani saat ini kerap menerima harga rendah dan pendapatan yang cenderung fluktuatif bahkan turun pada saat pandemi ini.
Hal tersebut, lanjutnya merupakan situasi yang seharusnya tidak terjadi terutama di tengah kelesuan aktivitas perekonomian seperti sekarang ini.
Sejumlah media memberitakan tentang revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Revisi tersebut akan mencakup penghapusan sejumlah barang kebutuhan pokok dari kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.