Mata Indonesia, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa keberadaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak akan menghambat upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN. KPK menilai UU tersebut tetap sejalan dengan kewenangan lembaga antikorupsi dalam menjalankan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap pejabat BUMN.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyampaikan bahwa meski telah diterbitkan UU BUMN yang baru, status direksi, komisaris, dan dewan pengawas tetap dipandang sebagai penyelenggara negara. Oleh karena itu, KPK memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak jika terjadi dugaan korupsi. “KPK berpandangan tetap memiliki kewenangan menindak jajaran pengurus BUMN jika terdapat penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara,” ujarnya.
Setyo menambahkan, kewenangan tersebut tertuang dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, serta diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XVII/2019. Putusan MK itu menegaskan bahwa keuangan negara yang dipisahkan seperti yang dikelola BUMN tetap masuk dalam kategori keuangan negara, sehingga pengelolaannya tidak lepas dari pengawasan hukum.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa selain aspek penindakan, KPK juga menaruh perhatian pada aspek pencegahan. Direksi, komisaris, dan pengawas BUMN tetap diwajibkan melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta gratifikasi yang diterima. “UU 28 Tahun 1999 menjadi landasan bahwa pejabat BUMN merupakan penyelenggara negara yang wajib menjaga integritas,” ujar Budi.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Asep Wahyuwijaya menegaskan bahwa pengurus dan manajemen BUMN tidak kebal hukum. Ia mencontohkan jika terdapat penyimpangan dalam pengelolaan dana negara, seperti subsidi untuk rakyat melalui PLN atau Pertamina, maka pelakunya dapat dikenai delik pidana korupsi. “Mereka tetap bisa ditindak jika melanggar prinsip Business Judgment Rule,” kata Asep.
Dengan demikian, sinkronisasi regulasi yang ada diyakini tetap mendukung pemberantasan korupsi di tubuh BUMN demi mewujudkan kemakmuran rakyat melalui kinerja optimal perusahaan negara. Sinergi antar-regulasi ini dapat memperkuat tata kelola BUMN yang bersih, transparan, dan akuntabel.