Kerusuhan Kanjuruhan Terburuk Kedua di Sejarah Sepak Bola Dunia, IPW: Ketua Umum PSSI Harusnya Malu dan Mundur

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan menelan setidaknya 130 korban jiwa dan puluhan luka-luka. Indonesia Police Watch (IPW) menuntut pertanggungjawaban Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan.

Kerusuhan di Kanjuruhan menjadi yang peristiwa paling kelam kedua di sejarah sepak bola dunia karena menelan banyak korban jiwa. Bahkan, insiden ini mengalahkan tragedi Hillsborough yang sangat terkenal.

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menuntut tanggungjawab ketua umum PSSI atas tragedi tersebut.

“Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan (Iwan Bule) seharusnya malu dan mengundurkan diri dengan adanya peristiwa terburuk di sepak bola nasional,” ujarnya.

IPW juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mempidanakan panitia penyelenggara pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya, buntut kerusuhan yang menewaskan sekitar 130 orang di Stadion Kanjuruhan.

“Sebagai bahan evaluasi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas). Di samping, menganalisa sistem pengamanan yang dilaksanakan oleh aparat kepolisian dalam mengendalikan kericuhan di sepak bola,” bunyi pernyataan IPW.

Kerusuhan terjadi usai pertandingan Arema melawan Persebaya. Pendukung tuan rumah turun ke lapangan karena kecewa tim kesayangannya kalah. Polisi merespons dengan melakukan pengadangan dan menembakkan gas air mata. Tak hanya ke lapangan, gas air mata juga ditembakkan ke tribune penonton yang membuat terjadi kepanikan. Banyak penonton terinjak-injak dan sesak napas.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Gunung Es Kekerasan di Kulon Progo: Lebih Banyak yang Tersembunyi

Mata Indonesia, Kulon Progo - Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Kulon Progo sepanjang tahun 2024 tercatat mencapai 27 laporan. Di sisi lain, kasus kekerasan terhadap anak dilaporkan sebanyak 24 kejadian, sedangkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mencapai 23 kasus.
- Advertisement -

Baca berita yang ini