MATA INDONESIA, JAKARTA – Guru Besar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara, Posman Sibuea mengecam negative campaign akan minyak sawit. Sebagaimana diketahui, belakangan marak beredar label “no palm oil” di berbagai produk makanan di Indonesia.
Menurut Posman, kampanye hitam akan “no palm oil” merupakan bagian dari kampanye negatif yang bertujuan untuk mengekang daya saing sawit. Selain itu, kampanye ini akan menurunkan minat masyarakat untuk menggunakan minyak sawit.
“Pencantuman label no plam oil yang ditemukan di produk makanan olahan di Indonesia bertujuan membuat citra buruk terhadap sawit. Pencantuman label no plam oil jelas melanggar regulasi pemerintah seperti UU Pangan peraturan BPOM,” kata Posman Sibuea, Rabu, 24 Februari 2021.
Posman Sibuea mengatakan bahwa sawit adalah minyak masa depan sebagai golden crop. Hal ini dikarenakan produksinya yang sangat tinggi ketimbang minyak nabati lainnya, bahkan tiga hingga empat kali lebih tinggi di atas minyak bunga matahari dan minyak kedelai.
Menurutnya, pemerintah melalui BPOM harus turun tangan dengan menindak perusahaan yang menyertakan label “no palm oil”. Posman Sibuea menambahkan, negative campaign yang belakangan masif karena minyak sawit memiliki kualitas yang lebih baik ketimbang minyak nabati lainnya dan harganya yang murah.
“Akhirnya, muncul isu minyak sawit penyebab penyakit jantung dan kegemukan, sehingga minyak sawit dilabeli tidak menyehatkan. Isu ini dibesar-besarkan oleh masyarakat Uni Eropa untuk mendeskreditkan kelapa sawit. (Kekurangan) kecil minyak sawit itu dibesar-besarkan untuk menutupi kelemahan minyak nabati milik mereka (Eropa),” tuturnya.
Sedangkan Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Purwiyatno Hariyadi mengatakan, sawit membantu dunia dalam memecahkan masalah gizi. Meski begitu ada sejumlah tantangan yang harus diselesaikan oleh industri sawit, seperti keamanan pangan, kesehatan, dan sustainabiliti
“Kira harus pastikan produk turunan sawit memenuhi persyaratan keamanan pangan. Sampai sekarang, sekitar 75-85 persen penggunaan sawit untuk sektor pangan,” kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Purwiyatno Hariyadi.
“Kita punya tanggung jawab moral bahwa sawit itu memenuhi standar keamanan pangan dan tanggung jawab ini juga berlaku pada konsumen dalam negeri karena Indonesia merupakan konsumen nomor satu kelapa sawit di dunia,” lanjutnya.