MATA INDONESIA, JAKARTA-Kementerian Pertanian (Kementan) merilis produk kalung eucalyptus sebagai antivirus corona. Produk tersebut diklaim dapat membunuh virus influenza, beta, dan gamma corona.
Namun, pernyataan itu menuai pro dan kontra, karena apa yang ditetapkan itu belum ada pembuktiannya apakah bisa sebagai antivirus corona. Nah, banyak yang ingin tahu apa sih kandungan kalung tersebut kok bisa diklaim sebagai antivirus.
Menurut penjelasan Kepala Balitbangtan Fadjri Djufry, kalung tersebut mengandung eucalyptus atau minyak kayu putih.
Eucalyptus, kata dia, selama ini dikenal mampu bekerja melegakan saluran pernapasan, kemudian menghilangkan lendir, pengusir serangga, disinfektan luka, penghilang nyeri, mengurangi mual, dan mencegah penyakit mulut.
Menurut Kabalitbangtan, minyak atsiri eucalyptus citridora dapat menginaktivasi virus avian influenza (flu burung) subtipe H5N1, gammacorona virus, dan betacoronavirus sehingga mempunyai kemampuan antivirus.
Penemuan tersebut sebelumnya melalui uji molecular docking dan uji in vitro di Laboratorium Balitbangtan. Pengujian yang dilakukan di laboratorium keselamatan biologi level 3 atau biosavety level 3 (BSL 3) milik Balai Besar Penelitian Veteriner.
Kementan juga sudah melakukan penelitan sejak 30 tahun lalu dan tak asing dalam menguji golongan virus corona seperti influenza, beta corona dan gamma corona.
Dalam berbagai studi dikatakan, obat ini hanya cukup 5-15 menit diinhalasi akan efektif bekerja sampai ke alveolus. Dalam riset Balingbangtan dengan konsentrasi 1 persen sudah cukup membunuh virus 80-100 persen.
Bahan aktif utamanya, terdapat pada cineol-1,8 yang memiliki manfaat sebagai antimikroba dan antivirus melalui mekanisme M pro. M pro adalah main protease (3CLPro) dari virus corona yang menjadi target potensial dalam penghambatan replikasi virus corona.
Penelitian menunjukkan eucalyptol ini berpotensi mengikat protein Mpro sehingga menghambat replikasi virus.
Namun, hal berbeda diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Suwijiyo Pramono. Menurutnya eucalyptus belum bisa dianggap sebagai obat untuk antivirus corona penyebab Covid-19. Selain harus mengantongi izin BPOM, diperlukan pembuktian dengan proses yang panjang hingga pengujian klinis atau pada manusia.
“Apalagi kalau digunakan per oral untuk obat tidak direkomendasikan karena jika dosis penggunaan tidak tepat akan berbahaya,” ujarnya.
Suwijoyo mengatakan, zat aktif dalam eucalyptus dapat dihirup dan membantu melegakan pernafasan pada pasien yang mengalami gejala sesak nafas.
“Kalau bentuk sediaannya minyak akan cukup dosisnya untuk dihirup sehingga minimal bisa melegakan nafas dan mengencerkan dahak.
Dalam eucalyptus, lanjut Pramono, mengandung minyak atsiri yang di dalamnya terdapat senyawa 1,8 sineol yang bersifat antibakteri, antivirus, dan ekspketoran untuk mengencerkan dahak.
Pramono menyebutkan, penggunaan kalung eucalyptus ini baru bisa membunuh virus yang berada di luar tubuh. Tidak dengan virus Covid-19 yang sudah berada di dalam tubuh karena dengan kalung zat aktif eucalyptus yang terhirup relatif kecil.
Selama ini eucalyptus digunakan secara topikal ataupun inhalasi. Bukan untuk digunakan per oral atau sebagai obat dalam. Pemakaian eucalyptus umumnya dioleskan atau dihirup seperti pada produk minyak kayu putih, balsem, rollon, dan lainnya.
Dia menjelaskan batas aman penggunaan eucalyptus per oral berkisar antara 0,3-0,6 mililiter. Sementara penggunaan berlebih akan menyebabkan iritasi pada lambung dan meracuni susunan syaraf pusat yang dapat berakibat kematian.