MINEWS, JAKARTA – Presiden Joko Widodo harus waspada. Risiko penurunan perekonomian negara-negara Asia Tenggara kian meningkat, didukung faktor kenaikan harga minyak dan volatilitas pasar keuangan global.
Peringatan risiko itu disampaikan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Jumat 12 April 2019. IMF menyebut ketidakpastian perdagangan saat ini menimbulkan ancaman baru yang nyata bagi seluruh negara.
“Pertumbuhan di kawasan Asia Tenggara jelas akan terpengaruh jika perlambatan perdagangan mulai terasa,” ujar Direktur Departemen IMF untuk Asia dan Pasifik Changyong Rhee.
IMF memproyeksikan Asia tumbuh 5,4 persen pada 2019 dan 2020, sebagian besar tidak berubah dari perkiraan sebelumnya pada Oktober. Rhee mencatat bahwa kawasan itu terus menyumbang lebih dari 60 persen pertumbuhan global.
Selain itu, IMF telah merevisi naik proyeksi pertumbuhan 2019 untuk Cina menjadi 6,3 persen, naik 0,1 poin persentase dari estimasi sebelumnya pada Januari.
Kepada media Cina Xinhua, Rhee berkata revisi naik mencerminkan dampak perkembangan terakhir dalam perundingan perdagangan AS dan Cina.
Di Jepang, ekonomi diproyeksikan akan meningkat sebesar satu persen pada tahun 2019. IMF memperkirakan perlambatan pertumbuhan bertahap menjadi 0,5 persen tahun depan.
Di India, pertumbuhan diperkirakan meningkat hingga 7,3 persen tahun fiskal ini, di tengah sikap kebijakan yang lebih ekspansif. Menyusul risiko-risiko penurunan, IMF menyarankan agar ekonomi Asia mengadopsi kebijakan yang gesit, waspada, dan bijaksana.
“Asia juga perlu fokus pada kebijakan untuk mempertahankan momentum pertumbuhannya dalam jangka panjang dalam menghadapi penurunan pertumbuhan produktivitas dan penuaan yang cepat,” kata Rhee.
Itu termasuk reformasi pasar tenaga kerja dan produk, memperkuat pengeluaran sosial untuk mengatasi meningkatnya ketidaksetaraan, dan upaya untuk membuka ekonomi kawasan lebih lanjut ke perdagangan yang dapat mengurangi risiko-risiko dari meningkatnya proteksionisme global dan membantu meningkatkan ketahanan Asia.