MATA INDONESIA, JAKARTA – Terdapat beberapa pendekatan psikologis dari golongan intelektual Jepang untuk menyembuhkan orang yang terpapar radikalisme. Professor dari Risho University Jepang Kimiaki Nishida menilai ada beberapa pendekatan psikologis sebagai bentuk deradikalisasi terhadap orang yang sudah terpapar radikalisme dan terorisme namun sebelum menerapkannya kondisi psikologis harus diperiksa.
“Kondisi psikologis dan mental setiap hari harus kita cek setiap saat,” kata Kimiaki Nishida dalam Webinar bertema Pelajaran dari Pengalaman Jepang dengan Aum Shinrikyo: Pemahaman tentang Latar Belakang Agama dan Pendekatan Psikologis untuk Deradikalisasi, Senin 8 Maret 2021.
Nishida menegaskan bahwa pemerintah Jepang tidak berkontribusi untuk membantu proses deradikalisasi terhadap teroris. Maka kaum intelektual seperti Kimiaki Nishida yang turun langsung untuk melakukan deradikalisasi terhadap orang yang terpapar radikalisme.
Ada beberapa langkah pendekatan yang dilakukan seperti menggali lebih dalam latar belakang orang yang terpapar radikalisme. Caranya dengan berdialog dan menyediakan tempat yang membuat mereka nyaman dan tidak terganggu. Salah satu poin penting adalah dengan memberikan kasih sayang dalam proses pemulihan.
“Tim kita dan keluarga, kita harus berikan rasa cinta kasih kepada kelompok mereka, seperti apapun ajaran dia, tidak sama sekali dibenarkan,” kata Nishida.
Selain itu, mereka juga harus diyakinkan bahwa figur seorang guru atau pimpinan kelompok bukanlah absolut atau tidak tergantikan. Hal ini bertujuan agar muncul kesadaran tentang ajaran agama yang benar.
Dalam hal ini peran mantan pengikut cukup besar untuk memberikan dukungan emosional kepada para anggota kelompok yang menjalani proses pemulihan.
“Mereka juga dipersiapkan untuk memulai kehidupan yang baru sehingga bisa berbaur kembali dengan masyarakat, bisa sekolah bekerja dan seterusnya,” kata Nishida.
Maka untuk memulihkan mereka yang sudah terpapar radikalisme, dukungan secara terus menerus harus dilakukan. Upaya ini membutuhkan waktu yang lama agar efek pemulihan bisa bertahan pada jangka panjang. Mengingat, potensi untuk kembali terpapar juga masih ada bila tidak ada dukungan.