Ini Lho Resep Sukses Indonesia di Paralimpiade 2020

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tim Indonesia meraih sembilan medali di Paralimpiade 2020. Hasil itu melampui capaian di ajang yang sama empat tahun lalu dengan hanya satu medali.

Indonesia mengakhiri Paralimpiade 2020 di posisi 43 dengan rincian dua medali emas, tiga medali perak, dan empat medali perunggu. Dua emas disumbangkan dari cabang olahraga bulutangkis yang diborong Leani Ratri Oktila.

Menurut Leani, kunci sukses tim Indonesia di Paralimpiade 2020 adalah kerja sama yang apik antara pemerintah, dalam hal ini Kemenpora, dan NPC Indonesia.

“Kemenpora dan NPC sangat berperan penting dalam kesuksesan kami. Kemudian, di lapangan, pasangan saya juga sangat mengerti. Terima kasih pemerintah. Selama menjadi atlet, saya benar-benar merasakan kali ini kesetaraan atlet Paralimpiade dan Olimpide. Karena itu kami semua semangat,” ujarnya, di laman resmi Kemenpora.

Leani menjadi atlet Paralimpiade Indonesia tersukses dengan meraih tiga medali. Selain dua emas, dia menyumbang satu perak di nomor tunggal putri bulutangkis.

Dengan capaian tersebut, Leani mengaku kurang puas. Pasalnya, dia menargetkan menyapu medali emas di bulutangkis.

“Sebenarnya target pribadi saya masih kurang. Target tiga emas. Tapi hasil ini saya sudah sangat bersyukur. Di masa pemerintah sekarang ini, semua teman-teman pelatnas semangat,” katanya.

“Kita sudah disetarakan dan tidak dibedakan. Sebelumnya jujur saya sempat iri, dan kali ini sangat terima kasih kepada pemerintah. Semoga kami bisa menginspirasi bagi masyarakat,” ungkapnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Media Sosial sebagai Alat Propaganda: Tantangan Etika dalam Pengelolaan oleh Pemerintah

Mata Indonesia, Jakarta - Di era digital, media sosial telah menjadi saluran utama komunikasi massa yang memfasilitasi pertukaran informasi dengan cepat. Dalam kerangka teori komunikasi, media sosial dapat dilihat sebagai platform interaksi yang bersifat dialogis (two-way communication) dan memungkinkan model komunikasi transaksional, di mana audiens tidak hanya menjadi penerima pesan tetapi juga pengirim (prosumer). Namun, sifat interaktif ini menghadirkan tantangan, terutama ketika pemerintah menggunakan media sosial sebagai alat propaganda.
- Advertisement -

Baca berita yang ini