MINEWS, JAKARTA – Pandangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan amandemen terbatas UUD 1945 tidak ada perbedaan fundamental. Bahkan ada kesamaan dengan pandangan PDI Perjuangan (PDIP).
Menurut Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, amandemen terbatas hanya bersentuhan dengan haluan negara. Tapi tidak mengubah tata cara Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
“Jadi, pendapat PDI Perjuangan sama dengan pernyataan Presiden. Namun, ada yang berupaya melakukan framing sehingga dipersepsikan berbeda,” kata Hasto di Jakarta, Jumat 16 Agustus 2019.
Apa yang disampaikan Jokowi, kata Hasto, berpandangan bahwa dunia telah bergerak cepat dan dinamis, sehingga harus direspons cepat. Kecepatan itu instrumen, akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang bergerak revolusioner.
“Kecepatan itu mendinamisir. Namun mengelola negara tetap berpijak pada hal fundamental, yakni haluan negara,” katanya.
Implementasi strategisnya, kata dia, diperlukan kebijakan operasional seperti penelitian, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia yang handal, dan sebagainya. Ia mencontohkan, pernyataan Jokowi pada Sidang Bersama DPR RI-DPD RI, pada hari ini, menyebutkan soal rencana pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan.
Namun, keputusan tersebut harus diletakkan dalam cara pandang jauh ke depan, melampaui dimensi waktu 50-100 tahunan, bahkan lebih. Pun harus dilihat dalam perspektif geo-politik dan geo-strategis, yang dalil pokoknya sama, tapi implementasinya bisa dipengaruhi oleh dinamika politik global-internasional dan perkembangan teknologi.
“Cita-cita pokoknya tetap sama, yakni Indonesia membangun peradaban dunia melalui suatu tatanan dunia baru yang antipenjajahan dan penindasan,” katanya.
Hasto menambahkan, untuk urusan pemindahan ibu kota, diperlukan haluan negara agar utuh cara pandangnya. Sekiranya presiden pasca-tahun 2024 mengubah rencana tersebut hanya karena undang-undang bisa diubah, maka di situlah terjadi ketidakpastian arah pembangunan.
“Karena itulah mengapa haluan negara diperlukan sebagai tanggung jawab, konsistensi, dan kepastian bagi arah masa depan, dengan landasan politik yang kuat, yakni Ketetapan MPR RI,” katanya.
Sejatinya, penataan sistem politik Indonesia telah dilakukan melalui amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali pada awal era reformasi. Amandemen sebelumnya, kata dia, dilakukan berdasarkan “euforia” demokrasi dan agenda reproduksi gaya politik global, “one man one vote”, yang ternyata bersifat kapitalistik-liberal, penuh dengan transaksi politik uang, dan berbiaya mahal.
Diakuinya, Indonesia sebagai pertemuan peradaban besar dunia, memiliki tanggung jawab untuk mencapai taraf kemajuan dalam seluruh bidang kehidupan, termasuk tanggung jawab bagi masa depan dunia yang lebih damai dan berkeadilan. “Jadi haluan negara adalah tugas sejarah untuk solidnya pergerakan kemajuan Indonesia Raya,” katanya.