MATA INDONESIA, JAKARTA – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memang sudah bubar namun pengaruhnya dikhawatirkan akan merusak persatuan bangsa. Desas desus reinkarnasi organisasi radikal ini telah sudah tercium sejak lama.
Hal ini pernah disampaikan oleh mantan aktivis HTI Jawa Timur, Ainun Rofiq al-Amin (Gus Rofiq). Ia menegaskan mendukung langkah pengawasan terhadap indikasi reinkarnasi HTI di Jawa Timur.
“Saya setuju sekali. Polisi harus tegas menyatakan reinkarnasi HTI ini berbahaya bagi keutuhan NKRI,” kata Gus Rofiq.
Ia juga menilai bahwa HTI bisa lebih berbahaya setelah dibubarkan karena bisa menyusup ke mana-mana. Mereka bereinkarnasi dan menyebarkan gerakan radikalisme ke lembaga-lembaga pendidikan.
Kekhawatiran serupa juga terjadi pasca pembubaran Front Pembela Islam (FPI). Meski aktivitasnya sudah dilarang, namun FPI mengaku akan tetap membentuk ormas baru. Bahkan keputusan mendirikan ormas baru bisa lebih keras karena pihak FPI mengaku tidak akan mendaftarkan diri ke pemerintah. Hal ini pernah dinyatakan oleh kuasa hukum FPI, Aziz Yanuar.
“Tidak(akan daftar ke pemerintah), karena tidak penting,” kata Aziz.
Kondisi ini serupa dengan pernyataan pengamat Intelijen dan Terorisme, Stanislaus Riyanta. Ia mengemukakan bahwa organisasi berbasis ideologi tidak bisa dihentikan hanya dengan pelarangan saja.
“Organisasi yang berbasiskan ideologi meskipun dilarang, hanya secara formal saja mereka dilarang tetapi anggotanya tetap ada. Ideologi itu pemikiran, tidak bisa dihentikan dengan pelarangan organisasinya,” kata Stanislaus saat berbincang dengan Mata Indonesia, Senin 25 Januari 2021.
Maka pemerintah harus serius melihat potensi ancaman seperti ini supaya paham radikalisme bisa dicegah dan diberantas sampai ke akar-akarnya.