Hari Santri Berawal dari Resolusi Jihad untuk Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hari Santri Nasional ditetapkan pada 22 Oktober dan telah tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Presiden Jokowi menandatangani langsung ketetapan ini pada Kamis, 15 Oktober 2015 di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.

Tanggal ini dipilih dengan alasan, pada hari tersebut, Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama (NU) yang dipimpin oleh Hadratusyekh KH Hasyim Asy’ari dicetuskan sebagai upaya untuk mengorbarkan semangat para pejuang yang mempertahankan NKRI dari Belanda yang kembali datang ke Indonesia pada bulan Oktober 1945. Padahal, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pihak Belanda ketika itu masih berusaha memprovokasi bangsa Indonesia. Provokasi ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti salah satunya mengibarkan bendera Belanda di tiang Hotel Orangje, yang terjadi pada 19 September 1945. Kemudian peristiwa perebutan senjata tentara Jepang yang terjadi pada 23 September 1945 yang pada akhirnya membawa Presiden Soekarno berkonsultasi kepada KH Hasyim Asy’ari, di mana dirinya memiliki pengaruh di hadapan para ulama.

Pada konsultasi itu, Seokarno menanyakan hukum mempertahankan kemerdekaan melalui utusannya, yang kemudian di jawab dengan tegas oleh KH Hasyim Asy’ari bahwa umat Islam perlu melakuan pembelaan terhadap tanah air dari ancaman asing. Selanjutnya pada 17 September 1945, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad untuk melawan para penjajah.

Setelah itu, para ulama se-Jawa dan Madura menetapkan Resolusi Jihad dalam sebuah rapat di Kantor Pengurus Besar NU di Bubutan, Surabaya pada 21-22 Oktober 1945. Keputusan itu kemudian disebarluaskan melalui masjid, musala, sampai dari mulut ke mulut.

Atas dasar petimbangan politik, Resolusi Jihad tidak disiarkan melalui radio atau surat kabar. Namun resolusi ini disampaikan oleh Pemerintah melalui surat kabar Kedaulatan Rakyat pada 26 Oktober 1945.

Pengaruh yang sangat meluas dari resolusi ini membawa pergerakan para santri Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, bersamaan dengan semangat juang dari Bung Tomo, menjadi cikal bakal terjadinya peristiwa 10 November 1945, yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Berdasarkan hal itu lah Hari Santri Nasional ditetapkan pada tanggal 22 Oktober. Ada pun alasan utama Pemerintah menetapkan Hari Santri Nasional adalah sebagai berikut.

Pertama, Hari Santri Nasional sebagai pemaknaan sejarah Indonesia yang genuine dan authentik yang tidak terpisahkan dari episteme bangsa. Indonesia tidak hanya dibangun dengan senjata, darah dan air mata, tetapi berdiri karena keikhlasan dan perjuangan para santri religius yang berdarah merah putih.

Alasan kedua terkait sosio politik, yang mana mengonfirmasi relasi Islam dan negara. Indonesia dapat menjadi role model dunia tentang hubungan Islam dan negara.

Ketiga, meneguhkan persatuan umat Islam yang telah terafiliasi dan menyerah dalam ormas Islam dan parpol yang berbeda, perbedaan dapat melebur dalam kesantrian yang sama.

Keempat, mainstreaming santri yang berpotensi termarjinalkan oleh derasnya arus globalisasi.

Alasan terakhir yakni, menegaskan distingsi Indonesia yang religius demokratis atau upaya merawat dan mempertahankan religiusitas Indonesia yang demokratis di tengah kontestasi pengaruh ideologi agama global yang cenderung ekstrem radikal.

Melalui penetapan Hari Santri Nasional, diharapkan terjadi sinergi antara pemerintah dan santri untuk mendorong komunitas santri ke poros peradaban Indonesia.

Keputusan Presiden mengenai Hari Santri Nasional berisi:

  1. Menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri
  2. Hari Santri bukan merupakan hari libur.

Reporter: Sheila Permatasari

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini